• ,
  • - +

Artikel

Reformasi Peradilan Cegah Maladministrasi
• Senin, 19/11/2018 • Sabarudin Hulu, S.H., M.H.
 
Sabarudin Hulu Asisten Muda Ombudsman RI Perwakilan Jateng menjadi salah satu pembicara pada acara talk show RRI Semarang dengan topik Reformasi Peradilan (Foto: SH)

Semarang - Sabarudin Hulu, Asisten Muda Ombudsman RI Perwakilan Jateng bersama Penghubung Komisi Yudisial RI Jateng menjadi pembicara pada acara talk show RRI Semarang dengan topik Reformasi Peradilan, Kamis, 15 November 2018. Pelayanan publik yang diselenggarakan Mahkamah Agung dan Peradilan dibawahnya yang terdiri dari peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara, menjadi sorotan publik.

Lebih kurang 20 tahun, sampai saat ini institusi Mahkamah Agung RI masih berupaya membenahi pelayanan publiknya. Upaya reformasi peradilan, selalu tercoreng dan terhambat atas tindakan para Hakim dan Panitera yang ditangkap (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Ombudsman Republik Indonesia memberikan perhatian pengawasan terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan Mahkamah Agung RI dan peradilan dibawahnya. Laporan Ombudsman (27/04/16) sampai tiga tahun terakhir, paling banyak dilaporkan di Ombudsman adalah pelayanan publik di Pengadilan Negeri berkaitan pelaksanaan putusan dan penundaan berlarut pemeriksaan perkara", ujar Sabarudin.

Tahun 2017, laporan masyarakat cukup banyak dilaporkan adalah kepolisian dan peradilan. Pelayanan Mahkamah Agung RI menjadi sorotan publik, bentuk maladministrasi yang dilaporkan berupa penundaan berlarut pengiriman salinan putusan, tidak adanya kepastian penyelesaian perkara. Ombudsman menerima 390 laporan, sekitar 68% terkait pelayanan peradilan dibawah Mahkamah Agung RI.

"Reformasi peradilan, tidak hanya dimaknai sebagai perubahan/pembaharuan namun harus dimaknai luas", lanjut Sabarudin.

Artinya, reformasi peradilan harus dimaknai untuk peningkatan pelayanan publik yang berkualitas. Undang-Undang kekuasaan kehakiman telah mengamanatkan bahwa peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" bukan berdasarkan selera sendiri apalagi berdasarkan intervensi yang merusak marwah peradilan. Bahkan, telah secara jelas dinyatakan hakim dan hakim mahkamah konstitusi harus memiliki integritas, jujur adil.

Apa yang telah diatur dalam Undang-Undang 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, terkesan diabaikan dan tidak diimplementasikan. Belum lama ini, masyarakat menyoroti Putusan Mahkamah Agung yang menghukum Baiq Nuril eks Honorer SMA N 7 Mataram karena sebarkan relaman mesum. Meskipun dalam memeriksa hingga mengadili adalah kewenangan hakim yang merdeka dari intervensi pihak manapun, tetapi juga hakim tidak dapat melupakan amanat UU Kekuasaan Kehakiman bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Mewujudkan reformasi peradilan, maka harus dilakukan perubahan dalam rangka mencegah maladministrasi seperti disampaikan Prof. Barda Nawawi Arief, adapun upaya bentuk dari reformasi dapat dilakukan dengan melakukan reorientasi (peninjauan kembali), reevaluasi (evaluasi kembali), rekonstruksi (pembangunan kembali), reformulasi (perumusan kembali), restrukturisasi (penataan kembali).

Pengawasan atas reformasi peradilan menjadi tugas bersama, baik Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, Komisi Yudisial RI dan juga masyarakat sesuai amanat UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik, tutup Sabarudin Hulu Asisten Muda Ombudsman Jateng. Hal ini, juga diaminkan oleh M. Farhan, Penghubung Komisi Yudisial RI Jawa Tengah. (SH)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...