• ,
  • - +
PERINGATAN DINI OMBUDSMAN RI IMPOR KOMODITI BERAS, GULA, GARAM DAN JAGUNG
Siaran Pers • Senin, 04/02/2019 •
 

SIARAN PERS

Senin, 4 Februari 2019


PERINGATAN DINI OMBUDSMAN RI

IMPOR KOMODITI BERAS, GULA, GARAM DAN JAGUNG

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan) menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama dan pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia. UU Pangan memperjelas dan memperkuat tentang pentingnya pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan serta keamanan pangan.

Impor komoditi pangan dalam empat tahun terakhir masih memainkan peranan penting dalam perekonomian. Ombudsman RI melakukan pengawasan perkembangan impor 4 (empat) komoditi pangan untuk melihat persoalan yang dihadapi dan mencegah maladministrasi. Untuk itu Ombudsman RI mengumumkan peringatan dini (early warning) kepada Pemerintah dan pihak terkait dalam tata kelola implementasi kebijakan pangan.

BERAS

Total impor beras dalam kurun waktu 4 tahun (2015-2018) sebesar 4,7 juta ton sedangkan pada kurun waktu 2010-2014 mencapai 6,5 juta ton. Jumlah total impor akan meningkat jika Pemerintah melakukan kembali pada tahun 2019. Namun dengan jumlah stok yang relatif memadai (2,1 juta ton di akhir 2018), diperkirakan Pemerintah tak perlu memerlukan impor di tahun 2019, kecuali terjadi krisis besar.

Ketidakpastian data produksi akibat maladministrasi pendataan yang berpangkal pada konflik kepentingan dalam penetapan data produksi telah menyebabkan BPS mengumumkan penghentian publikasi data produksi di tahun 2015. Perbaikan metode pendataan kemudian menghasilkan koreksi surplus produksi beras menjadi 2,85 juta ton pada tahun 2018.

Gambar-1

Perkembangan Harga, Impor Beras dan Stok Perum BULOG


Sumber: Data BPS, Kementan dan Perum BULOG

Pemerintah relatif mampu mengendalikan harga untuk periode 2016 hingga pertengahan 2017 dengan memanfaatkan kontrak impor beras pada tahun 2015 yang direalisasikan sebesar 1,28 juta ton pada tahun 2016. Pemerintah berusaha untuk tidak melakukan impor di tahun 2017 dengan asumsi surplus berlimpah. Pemerintah berusaha melakukan pengendalian harga dengan mengeluarkan kebijakan penetapan HET beras dan melakukan operasi penertiban melalui Satgas Pangan POLRI.

Operasi satgas pangan telah menemukan satu perusahaan penggilingan padi besar (PT IBU) menjual harga terlalu tinggi. Namun pengadilan memutuskan kesalahan ada pada tidak sesuaian label dan isi. Meski penertiban terus dilakukan, pada empat bulan terakhir tahun 2017 terjadi kenaikan harga beras, sementara jumlah stok di Perum BULOG hanya mencapai 958 ribu ton (kurang dari 1 juta ton). Ombudsman RI telah menyampaikan LAHP terkait dugaan maladministrasi di seputar penggerebekan beras PT IBU dan meminta kementerian dan lembaga terkait melakukan sejumlah tindakan korektif.

Pada tahun 2018, Pemerintah memutuskan memperluas program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Keputusan ini telah menyebabkan masyarakat penerima manfaat melakukan pembelian langsung kebutuhan beras mereka ke pasar. Akibatnya jumlah rastra yang biasanya disalurkan Perum BULOG menurun drastis hingga 53%, sehingga terjadi tambahan 1 juta ton lebih stok di Perum BULOG. Kondisi ini menyebabkan harga beras di pasar relatif meningkat pada tahun 2018, sementara jumlah stok di Perum BULOG juga meningkat menjadi 2,1 juta ton di akhir tahun. Persediaan diperkirakan akan meningkat di tahun 2019 mengingat Pemerintah berencana menerapkan program BPNT mencapai 80% di tahun ini.

Peringatan dini. Untuk mengantisipasi perkembangan jangka pendek, Ombudsman RI menyarankan agar Pemerintah: (i) segera membentuk kerangka kebijakan sisa cadangan (stock disposal policy) untuk perbaikan manajemen stok sebelum memutuskan mengambil langkah ekspor beras; (ii) melakukan klasifikasi stok dan mengutamakan pemanfaatan stok berkualitas agar operasi pasar cukup efektif mengatasi kenaikan harga akibat penerapan BPNT 80%, bukan berprioritas pada ekspor.

GULA

Total impor gula selama kurun waktu 2015-2018 mencapai 17,2 juta ton, lebih tinggi 4,5 juta ton dibandingkan periode 2010-2014 yang mencapai 12,7 juta ton. Pertumbuhan industri makanan dan minuman yang jauh melampaui pertumbuhan ekonomi nasional telah menyebabkan peningkatan jumlah impor, mengingat produksi gula domestik belum mampu mengejar standar yang diperlukan industri.

Gambar-2a

Jumlah, Pertumbuhan dan Intensitas Gula Impor

Terhadap Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman


Sumber: Data BPS dan hasil perhitungan

Intensitas impor gula terhadap nilai tambah riil industri makanan dan minuman pada periode 2014-2018 juga mengalami peningkatan. Pada periode 2010-2014 mencapai 5.862 ton gula impor untuk setiap Rp. 1 triliun nilai tambah riil industri makanan dan minuman. Sementara untuk kurun waktu 2015-2018 intensitas meningkat menjadi 6.950 ton untuk setiap Rp. 1 triliun nilai tambah riil industri makanan dan minumam. Kenaikan intensitas tersebut dapat disebabkan oleh perubahan struktur bahan baku dalam industri tersebut, atau disebabkan oleh faktor lain, seperti: peningkatan permintaan industri farmasi, hotel & restoran, atau justru dikarenakan kelemahan dalam memverifikasi kebutuhan dan posisi stok industri pengusul impor. Faktor yang terakhir sangat berisiko kepada peningkatan rembesan yang mengganggu produksi domestik.

Dalam proses investigasi Ombudsman menemukan arus gula impor juga mengganggu stabilitas produksi gula petani akibat adanya rembesan gula impor untuk industri yang beredar di pasar tradisional. Rembesan ini berdampak pada penurunan harga gula tebu petani. Di sisi lain penerapan SNI, dalam kondisi tertentu, juga menyebabkan gula petani terkadang tak bisa memasuki pasar.

Perkembangan harga gula domestik mengalami fluktuasi. Rentang fluktuasi harga pada kurun waktu 2015-2018 relatif lebih lebar dibandingkan dengan kurun waktu 2010-2014. Secara keseluruhan dapat dilihat melalui perkembangan harga rata-rata bulanan.

Gambar-2b

Perkembangan Harga, Produksi dan Impor Gula 2010-2018


Sumber: Data BPS

Pemerintah sempat membuat kebijakan pengawasan untuk mengurangi rembesan gula rafinasi melalui Pasar Lelang GKR, namun kemudian kebijakan tersebut kemudian dicabut dan berakibat maraknya rembesan gula impor karena tidak ada mekanisme deteksi rembesan. Guna menindaklanjuti hal tersebut. Ombudsman RI menemukan di lapangan banyak IKM mendapatkan manfaat dari transparansi harga melalui lelang gula kering rafinasi tahap uji coba berupa harga lebih murah. Sementara asosiasi petani tebu berpendapat lelang tersebut dapat mengurangi risiko rembesan gula impor ke pasar konsumsi.

Ombudsman RI telah menyarankan kepada Pemerintah agar kembali membentuk regulasi yang mengawasi peredaran gula impor dengan mempercepat pembentukan Peraturan Presiden tentang Penataan, Pembinaan dan Pengembangan Pasar Lelang Komoditas serta menetapkan kembali peraturan mengenai perdagangan GKR melalui pasar lelang komoditas.

Peringatan dini. Untuk mengantisipasi perkembangan jangka pendek (3 bulan ke depan), Ombudsman RI menyarankan: (i) memperketat proses verifikasi kebutuhan dan stok gula impor untuk industri; (ii) segera menetapkan hasil perhitungan neraca gula nasional; (iii) mengevaluasi penerapan SNI bagi gula petani.

GARAM

Dalam kurun waktu empat tahun (2015-2018), impor komoditas garam mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dengan total impor sebesar 12,3 juta ton, tertinggi pada tahun 2018 yang mencapai 3,7 juta ton. Pada tahun 2019 diperkirakan impor garam masih menjadi opsi bagi Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan industri dengan standar kadar NaCl lebih tinggi dibanding produk lokal.

Gambar-3

Perkembangan Harga Domestik dan Impor Garam 2015-2018


Sumber: Data BPS

Harga garam dalam negeri mengalami lonjakan tak wajar di pertengahan tahun 2017. Lonjakan harga diikuti oleh kebijakan impor dengan jumlah tinggi di awal tahun dengan persetujuan impor mencapai 3,7 juta ton. Ombudsman telah menemukan beberapa maladministrasi impor tahun 2018: (i) persetujuan impor garam sebesar 3,7 juta ton tanpa validasi data oleh BPS sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan penentuan quota impor; (ii) keputusan impor sebesar 3,7 juta ton tidak disertai rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan sebagaimana amanat UU No. 7/2016 ; (iii) legitimasi impor garam 2,37 juta ton tanpa rekomendasi melalui ketentuan belaku surut pada PP No. 9/2018 yang diterbitkan hanya dalam waktu tiga hari (terhitung dari tanggal 13-15 Maret), tanpa disertai Izin Prakarsa dari Presiden dan tidak adanya paraf persetujuan dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

Ombudsman menemukan penyalahgunaan distribusi garam Impor periode 2018 oleh PT MTS. Penindakan telah dilakukan oleh Kepolisian RI. Hal ini terjadi karena persetujuan impor yang diperoleh juga mencakup industri yang dapat memanfaatkan garam lokal. Atas berbagai temuan maladministrasi tersebut Ombudsman RI telah meminta beberapa tindakan korektif. Beberapa kementerian telah memulai serangkaian perbaikan sistemik. Melalui perbaikan tersebut diperkirakan impor garam akan mengalami penurunan di tahun 2019.

Paska penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI, Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah pula melakukan persidangan untuk memutus dugaan kartel garam terhadap 7 perusahaan.

Peringatan dini. Untuk mengantisipasi perkembangan jangka pendek (3 bulan ke depan), Ombudsman RI menyarankan: (i) memperketat proses verifikasi kebutuhan garam impor untuk industri; (ii) mempercepat proses perhitungan stok garam produksi lokal; (ii) segera menetapkan hasil perhitungan neraca garam.

JAGUNG

Indonesia mengimpor jagung untuk kebutuhan pakan ternak. Untuk kurun waktu 2015-2018 jumlah impor hanya mencapai 5,7 juta ton, lebih rendah dibandingkan 2010-2014 yang mencapai 12,9 juta ton. Penurunan drastis terjadi pada tahun 2016 karena Pemerintah membatasi impor jagung hanya 1,3 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,3 juta ton dengan alasan produksi dalam negeri meningkat dan sebagai upaya melindungi petani.

Namun demikian pembatasan impor jagung untuk pakan telah menyebabkan impor gandum untuk pakan meningkat. Selisih impor gandum total dengan kebutuhan industri makanan adalah impor untuk pakan. Tidak ada penjelasan yang pasti dari Pemerintah atas kebijakan ini. Politik pengalihan impor jagung kepada komoditi yang tidak secara langsung terlihat berdampak terhadap produksi petani ini berlangsung hingga tahun 2017. Akibatnya impor gandum untuk pakan melonjak tinggi. Impor Gandum pakan diperkirakan mencapai 2,2 juta ton pada tahun 2016 dan 3,1 juta ton di tahun 2017.

Gambar-4

Perkembangan Harga, Impor Jagung dan Gandum Pakan 2015-2018


Sumber: Data BPS, Aptindo, dan hasil perhitungan

Di akhir tahun 2018 harga gandum dunia meningkat akibat gangguan panen di Australia. Impor gandum untuk pakan diperkirakan menurun menjadi 1,3 juta ton karena Rusia dan Ukraina membatasi ekspor gandum. Kelangkaan jagung untuk pakan mengundang protes sejumlah peternak. Akibat hal tersebut, pada tahun 2019 keran impor jagung untuk pakan dibuka kembali, bahkan tanpa kuota. Untuk menjaga pasokan diprediksi Pemerintah akan mengambil kebijakan impor jagung cukup signifikan di tahun 2019. Terkait perkembangan tersebut, Ombudsman RI akan melakukan investigasi untuk mendalami administrasi impor jagung.

Peringatan dini. Ombudsman memahami bahwa diperlukan waktu bagi BPS untuk melakukan perbaikan metode penghitungan angka produksi jagung. Untuk mengantisipasi perkembangan jangka pendek (3 bulan ke depan), Ombudsman RI menyarankan: (i) melakukan evaluasi cepat dan memperketat proses verifikasi kebutuhan impor jagung maupun impor gandum untuk keperluan industri pakan sebagai basis penerbitan rekomendasi impor; (ii) mempersiapkan manajemen stok pemerintah untuk mengatasi kelangkaan pasokan jagung pakan bagi peternak.

PENUTUP

Beberapa peringatan dini di atas dimaksudkan sebagai upaya cepat dalam mengantisipasi desakan kebutuhan pasar domestik yang dapat menyebabkan ketidaksiapan regulator. Penyampaian peringatan dini secara terbuka ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya maladministrasi berulang akibat intensitas perhatian oleh para pihak terkait melemah di tahun politik. Penyampaian secara terbuka oleh Ombudsman RI semata-mata demi kepentingan publik luas.


Anggota Ombudsman RI

Ahmad Alamsyah Saragih


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...