• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Mutasi Dinilai Cacat Hukum
PERWAKILAN: NUSA TENGGARA TIMUR • Rabu, 20/02/2019 •
 

KUPANG, TIMEX - Mutasi yang dilakukan Pemprov NTT, Jumat (15/2) lalu dinilai melanggar aturan atau cacat hukum. Terutama pemberhentian 15 pejabat eselon II dinilai melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Demikian dikatakan pakar hukum Administrasi Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. John Tuba Helan kepada Timor Express, Senin (18/2). Ia mengatakan, secara normatif, mutasi ini didasarkan pada UU Nomor 5 Tahun 2014. "Pejabat eselon II tidak bisa langsung diberhentikan seperti itu, sementara masih ada jabatan yang lowong," ujar Tuba Helan.

Ditanya mengenai mutasi tersebut juga dalam rangka restrukturisasi organisasi perangkat daerah, Tuba Helan mengatakan, kecuali semua jabatan sudah terisi baru boleh ada pejabat eselon II yang tidak mendapat jabatan. Apalagi, lanjut dia, saat mutasi itu, 15 pejabat tersebut dinyatakan diberhentikan. Sesuai aturan itu, pejabat eselon yang diberhentikan itu karena menjalani hukuman disiplin. Tapi menurutnya, harus melalui tahapan-tahapan yang diatur dalam UU ASN tersebut.

Jangankan diberhentikan, lanjut Tuba Helan, turun jabatan eselon juga tidak boleh sepanjang tidak ada hukuman terhadap ASN yang bersangkutan. Dirinya menilai semangat dari gubernur-wakil gubernur NTT untuk membentuk tim OPD yang kuat harus didukung. Namun, dia menegaskan, tidak boleh dilakukan dengan melanggar aturan.

"Saya duga bagian BKD atau Biro Hukum kurang memberikan telaahan yang baik kepada gubernur dan Wagub. Harusnya diberikan telaahan yang baik sesuai regulasi supaya tidak cacat hukum," kata Tuba Helan.

Ditanya mengenai kewenangan gubernur untuk menentukan siapa yang menjadi pejabat, Tuba Helan mengatakan, ada yang mengatakan itu merupakan hak prerogatif gubernur. "Itu tidak benar. Hak prerogatif itu hanya ada pada presiden yakni hak yang tidak dimintai pertanggungjawaban. Kepala daerah itu hanya ada diskresi. Tapi kalau jelas rujukan aturannya, tidak boleh melakukan diskresi," jelas Tuba Helan.

Karena itu, dirinya menyarankan staf gubernur NTT yang melakukan telaahan mengenai mutasi jabatan untuk memberikan telaahan yang benar sesuai aturan. Ditanya mengenai mutasi tersebut juga sudah dikonsultasikan ke Kemendagri dan Komisi ASN, Tuba Helan tetap menegaskan, landasan regulasinya tetap sama yakni UU Nomor 5 Tahun 2014 sehingga menurutnya harusnya tidak terjadi pemberhentian 15 pejabat tersebut.

Sementara itu, Ketua Ombudsman NTT Darius Beda Daton mengatakan, mutasi sepenuhnya kewenangan gubernur dengan berbagai pertimbangan. Apalagi, lanjut dia, UU ASN memungkinkan jika ada perampingan struktur. Karena ini perampingan, maka otomatis struktur jabatan yang ada tidak bisa diisi semua SDM yang ada. UU ASN memungkinkan demikian, bahkan sudah dikonsultasikan dengan Komisi ASN sebelum mutasi dilakukan. "Jika ada yang tidak puas tentu wajar-wajar saja," ujar Darius.

Terkait 15 pejabat eselon II yang diberhentikan, Darius mengatakan, khusus perampingan struktur boleh dilakukan. "Kecuali struktur tetap dan hanya mutasi biasa. Memang dari sisi pembinaan karier PNS terasa kurang pas, tetapi jika struktur dipangkas ya konsekuensi ada jabatan yang hilang," ujarnya.

Terkait jabatan yang lowong dan belum terisi, Darius menilai bisa saja belum ada pejabat yang memenuhi syarat sesuai target skor saat seleksi oleh tim seleksi. "Nah itu mesti kita cek lagi apakah dari hasil tes beberapa waktu lalu apakah belum ketemu pejabat yang memenuhi target skor yang diberikan untuk jabatan-jabatan itu," ujar Darius.

Terkait keabsahan nonjob khusus delapan pejabat yang belum memasuki masa pensiun, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTT, Mulu Blasius tegaskan, semua sudah melalui proses yang benar. "Keputusan ini kan ada prosesnya. Ada rentetannya sampai pada hasil evaluasi dari Tim Seleksi," kata Mulu di Gedung Sasando, Selasa (19/2).

Menurutnya, berdasarkan evaluasi dan hasil ujian dari timsel, gubernur mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sehingga, mereka yang dilantik atau nonjob adalah keputusan dari gubernur. "Dan semua sudah atas persetujuan dari Komisi ASN serta Menteri Dalam Negeri. Ada rujukan aturannya juga," tegas Mulu. (ito/cel/sam)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...