• ,
  • - +

Artikel

Budaya Pelayanan Prima Pada Rumah Tahanan Negara
ARTIKEL • Rabu, 12/08/2020 • Muslimin B Putra
 
Pelatihan Budaya Pelayanan Prima yang diselenggarakan Rutan Kelas II B Pangkajene, pada Rabu 29 Juli 2020

Eksistensi Rumah Tahanan Negara (Rutan) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia  memiliki fungsi pelayanan publik pada dua segmen yakni segmen para tersangka atau terdakwa yang ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan (PN, PT, MA) pada Rutan serta segmen masyarakat (kerabat) para tersangka atau terdakwa tersebut yang berkunjung ke Rutan.    

Dalam ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)  menyebutkan bahwa di setiap ibukota kabupaten atau kotamadya dibentuk Rutan oleh Menteri (ayat 1); apabila dipandang perlu, Menteri dapat membentuk atau menunjuk Rutan di luar tempat yang merupakan cabang dari Rutan (ayat 2); Kepala cabang Rutan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (ayat 3). Hal ini menunjukkan keberadaan Rutan tersebar pada semua wilayah administratif pemerintahan di tingkat Kabupaten/Kota serta adanya cabang Rutan yang dapat dibentuk oleh Menteri.

Pelayanan Rutan

Salah satu produk pelayanan yang menonjol pada Rutan adalah Izin Kunjungan. Sebagaimana  dalam ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Kepala Rutan dapat memberikan izin kunjungan pada penasehat hukum, keluarga, dokter pribadi, rohaniawan, guru dan lain-lainnya yang diberikan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan sesuai dengan tingkat pemeriksaan.  Adalah kewenangan Kepala Rutan untuk membuat standar layanan untuk produk Izin Kunjungan yang berisi ketentuan tentang persyaratan, alur layanan, mekanisme/prosedur, biaya/tarif (jika ada), dan  waktu pelayanan. Standar layanan untuk produk Izin Kunjungan dapat diakses oleh pengunjung Rutan, baik ditempatkan dalam gedung maupun di luar gedung bahkan bisa dipajang pada website dan media sosial milik Rutan.

Sementara pelayanan pada para tahanan pada Rutan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. Alur pelayanan pada tahanan sejak dari proses penerimaan, pendaftaran dan penempatan. Alur layanan pada tahap Penerimaan Tahanan meliputi dua kegiatan yakni : di daftar dan dilengkapi surat penahanan yang sah yang dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggungjawab secara yuridis atas tahanan yang bersangkutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan (Pasal 5).

Pada alur layanan pendaftaran (Pasal 6) dengan syarat dokumen berupa : pencatatan/pendaftaran (surat perintah penahanan, jati diri, barang dan uang yang dibawa), pemeriksaan kesehatan, pembuatan pasfoto, pengambilan sidik jari dan pembuatan Berita Acara Serah Terima Tahanan. Sementara pada alur layanan berikutnya pada tahanan adalah Penempatan  (Pasal 7) berdasarkan : umur, jenis kelamin, jenis tindak pidana, tingkat pemeriksaan perkara, atau untuk kepentingan tertentu yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.

Ketiga tahap yang disebut di atas adalah jenis pelayanan administrasi bagi para tahanan. Sementara jenis pelayanan lainnya adalah pelayanan jasa bagi tahanan yakni  pembinaan keagamaan, pendidikan dan pengajaran, pelayanan kesehatan dan makanan, serta kanal penyampaian keluhan bagi tahanan.  Selain itu pelayanan barang publik pun diselenggarakan untuk para tahanan meliputi penyediaan sarana/prasarana perawatan jasmani dan rohani, serta penyediaan bahan bacaan dan media lainnya.

Wilayah Bebas Korupsi

Sebagai penyelenggara pelayanan publik, Rutan dituntut untuk menerapkan Zona Integritas  Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Dalam Peraturan Menpan RB Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pembangunan Zona Integritas disebutkan bahwa  "Dalam membangun Zona Integritas, pimpinan instansi pemerintah menetapkan satu atau beberapa unit kerja yang diusulkan sebagai WBK/WBBM. Syaratnya: dianggap sebagai unit yang penting/strategis melakukan pelayanan publik, mengelola sumber daya yang dianggap besar, memiliki tingkat keberhasilan Reformasi Birokrasi yang cukup tinggi di unit tersebut."

Indikator penilaian Wilayah Bebas Korupsi terdiri atas dua yakni komponen pengungkit dan komponen hasil. Pada komponen pengungkit terdapat enam kegiatan yang dinilai seperti manajemen perubahan (5 persen), penataan tata laksana (5), penataan sistem manajemen SDM (15 persen), penguatan akuntabilitas kinerja (10 persen), penguatan pengawasan (15 persen) dan kualitas peningkatan pelayanan publik (10 persen). Sedangkan komponen hasil adalah terwujudnya peningkatan pelayanan publik dan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Enam kegiatan pada komponen pembangkit memiliki tujuan dan sasaran masing-masing untuk mencapai target pada komponen hasil. Pada kegiatan Manajemen Perubahan, ditargetkan dapat mengubah secara sistematis dan konsisten mekanisme kerja, pola pikir (mind set), serta budaya kerja (culture set) individu pada unit kerja yang dibangun menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran Zona Integritas. Sedangkan kegiatan penataan tata laksana, bertujuan untuk meningkatkan  efisiensi dan efektifitas sistem, proses, dan prosedur kerja seperti penggunaan sistem informasi, manajemen pemerintahan dan kinerja aparat.

Pada kegiatan  penataan manajemen SDM dengan sasaran meningkatnya profesionalisme SDM aparatur seperti ketaatan, kedisiplinan,  transparansi dan akuntabilitas pada ZI. Indikator penerapan Manajemen SDM seperti perencanaan kebutuhan pegawai, pola mutasi internal, pengembangan pegawai berbasis kompetensi, penetapan kinerja individu. Penguatan akuntabilitas dengan target perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Target yang ingin dicapai  meningkatnya kinerja dan akuntabilitas instansi pemerintah

Pada kegiatan penguatan pengawasan,  diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan  yang bersih dan bebas KKN pada instansi pemerintah dengan cara: pengendalian gratifikasi, penerapan Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP), pengaduan masyarakat, menerapkan whistle blower system (WBS), penanganan benturan kepentingan, penyampaian laporan harta kekayaan pegawai.  Terakhir, kegiatan peningkatan kualitas pelayanan publik dengan sasaran meningkatnya kualitas dan inovasi  pelayanan publik pada masing-masing instansi pemerintah secara berkala sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat agar pelayanan lebih cepat, mudah, murah, aman dan terjangkau. Menerapkan standar pelayanan (nasional dan internasional), melakukan pengukuran IKM.

Satuan Kerja Rutan yang lolos Tim Penilai Internal (TPI) Kementerian Hukum dan HAM akan diberi penghargaan sebagai bentuk apresiasi sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemasayarakatan, Kementerian Hukum dan HAM RI Nomor: PAS-32.UM.01.03 Tahun 2020 tentang Penghargaan kepada satuan kerja Pemaysarakatan yang telah melaksanakan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Bersih dan Melayani.

Sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman mendorong diimplementasikannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ombudsman berperan dalam mendukung Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi adalah mendorong adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi dan KKN.()





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...