• ,
  • - +

Artikel

Dugaan Maladministrasi Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Sentul City sebabkan Harga Air Minum Mahal dan 9 Desa Di Sentul Tidak Terlayani PDAM
• Selasa, 25/09/2018 • Teguh P. Nugroho
 
Kepala Kantor Perwakilan Jakarta Raya, Bapak Teguh P. Nugroho.

Jakarta, 25 September 2018. Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya telah melakukan serangkaian pemeriksaan terkait dengan dugaan tindakan maladminitrasi penghentian pelayanan air minum bagi warga Sentul City akibat lemahnya pengawasan Pemkab Bogor dan keterlambatan pengambilalihan prasana, sarana dan utilitas di Sentul City. Penyampaian hasil pemeriksaan sementara dilakukan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P.Nugroho menyikapi penaikan tarif air minum oleh Bupati Kabupaten Bogor untuk pelayanan ai minum oleh anak perusahaan Sentul City, PTSukaputra Graha Cemerlang (SGC).

Penetapan kenaikan tarif air minum di Sentul City oleh Bupati Bogor berdasarkan SK nomor 693/380/Kpts/Per-UU/2018 menurut Ombudsman berpotensi Maladminitrasi. karena besaran penentuan tarif yang mempergunakan hasil audit BPKP Jabar tersebut seharusnya berlaku untuk perizinan SPAM yang masih aktif, dan dioperasikan oleh BUMN atau BUMD dalam hal ini PDAM Kabupaten Bogor sesuai dengan PP 122/2015.

Sejak putusan MK 85/PUU-XI/2013 yang membatalkan UU Sumber Daya Air, pengelolaan air oleh swasta diatur oleh PP 122/2015 dengan pembatasan yang jelas. Pasal 56 - PP 122/2015 menyatakan kerjasama dengan badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam bentuk: a. investasi Pengembangan SPAM dan/atau Pengelolaan SPAM terhadap unit Air Baku dan unit produksi; b. investasi unit distribusi yang selanjutnya dioperasikan dan dikelola oleh BUMN atau BUMD yang bersangkutan; dan/atau c. investasi teknologi pengoperasian dan pemeliharaan dalam rangka mengupayakan penyelenggaraan SPAM yang efektif dan efisien dengan mekanisme kontrak berbasis kinerja. Dengan penaturan ini, pihak swasta hanya diperbolehkan untuk menyediakan air minum sementara pendistribusian dan pengelolaanya menjadi kewenangan BUMN atau BUMD dalam hal ini PDAM Kabupaten Bogor.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya terhadap perizinan SPAM Sentul City. Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan bahwa izin SPAM Sentul City tidak dikelola sendiri tapi diserahkan kepada PT SGC. Atas alas an tersebut juga  Rekomendasi teknis SIPPA dari SPAM Sentul City telah dicabut oleh Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane, Dirjen Sumber Daya Alam Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Selain itu sesuai dengan PP 122/2015, SPAM hanya dapat dibenarkan jika pengoperasian dan pengelolaanya dilakukan oleh PDAM sebagai BUMD pelaksana pengolahan dan pendistibusian air minum untuk wilayah Kabupaten Bogor. Saat ini SPAM di Kawasan Sentul City masih dikelola dan didistribusikan oleh PT SGC.

Dugaan Maladminitrasi kelalaian berupa tidak adanya pengawasan Pemkab Bogor atas SPAM Sentul City dimulai dari pembiaran terhadap pengalihan SPAM Sentul City kepada PT SGC yang bukan merupakan entitas hukum yang dimaksud dalam izin SPAM. Lemahnya pengawasan menyebabkan peralihan peraturan yang mewajibkan PDAM selaku pengelola dan pendistribusi air juga tidak segera dilaksanakan dan tetap membiarkan pengelolaan utilitas air minum di Sentul oleh PT SGC. PT SGC atau Sentul City tidak memiliki dasar hukum untuk mengelola dan mendistribusikan air minum di Sentul City dengan mempergunakan utilitas jaringan air yang sudah seharusnya diserahkan ke Pemkab Bogor. Dan karena bukan entitas hukum yang berwenang melalukan pengelolaan dan pendistribusian air minum, PT SGC atau Sentul City juga tidak berhak memutus saluran air minum 100 lebih warga Sentul yang menolak penggabungan pembayaran air minum dengan dana pengelolaan lingkungan. Jika tindakan tersebut masih dilakukan, PT SGC dan Sentul City diduga melakukan tindakan merugikan keuangan negara karena memakai fasilitas yang seharusnya menjadi asset pemerintah untuk keuntungan sendiri.

Dugaan kelalaian lainnya dari Pemkab Bogor adalah melakukan pembiaran terhadap keterlambatan penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) perumahan Sentul City dan 26 perumahan lainnya di Kabupaten Bogor. Permendagri No. 9/2009 menyatakan bahwa penyerahan PSU dari pengembang kepada Pemerintah Daerah dilaksanakan setahun setelah masa pemeliharaan berdasarkan Rencana Tapak (Site Plan) yang disetujui kepada Pemerintah Daerah baik secara bertahap maupun sekaligus.

Perda No 7/2012 juga  mewajibkan penyerahan PSU perumahan kepada Pemkab Kabupaten Bogor dan Bupati wajib melaporkan perkembangan penyerahan PSU tersebut kepada Gubernur setiap 6 bulan.  Artinya sejak pembangunan Sentul City tahun 2001 sampai saat ini seharusnya sudah terjadi beberapa pengalihan PSU dari Sentul City kepada Pemkab Bogor. Perda No7/2012 bahkan menyatakan bahwa jika penyerahan PSU tersebut tidak dilaksanakan maka pelanggaran atasnya merupakan tindak pidana yang bisa disidik oleh Penyidik Umum dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Daerah.

Dugaan Maladminitrasi penundaan berlarut atas inventaris dan penyerahan PSU permintaan verifikasinya baru dilakukan pada tahun 2018 menyebabkan PDAM kesulitan untuk mempergunakan utilitas sarana air di wilayah Sentul City dan menyebabkan terhambatnya pelayanan air minum bagi warga Sentul City dengan harga jual PDAM yang lebih murah karena SPAM yang dikelola oleh Sentul City bersumber dari air PDAM dan dijual kembali dengan perhitungan keuntungan yang lebih besar.

 

Juga Berdampak pada Warga Desa

Disisi lain, keterlambatan tersebut menyebabkan terhambatnya pelayanan bagi 9 desa yang tersebar di sekitar perumahan Sentul City karena jaringan utilitas pelayanan bagi 9 desa tersebut terhalang oleh kawasan perumahan Sentul City. Penggunaan utilitas yang seharusnya diserahkan setahun sejak selesainya pembangunan perumahan berdasarkan Rencana Tapak (Site Plan) baik secara bertahap maupun keseluruhan menyebabkan adanya potensi hilangnya pendapatan negara karena tidak dapat dimanfaatkan oleh PDAM untuk mengelola dan mendistribusikan air minum ke warga Sentul City dan sekitarnya.

Untuk itu, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta kepada Pemkab Kabupaten Bogor memerintahkan Sentul City dan PT SGC untuk segera menyambung dan mengembalikan pelayanan air minum kepada warga Sentul City dan menyerahkan pengelolaan juga pendistribusian air minum kepada PDAM. Pemkab Bogor juga harus segera melakukan pengambilalihan PSU Sentul City sebagai aset daerah agar PDAM Kabupaten Bogor dapat segera mempergunakan utilitas jaringan air minum yang berada di kawasan Sentul City. Pengambilalihan PSU tersebut juga menjadi penting agar Pemkab Bogor dapat menganggarkan pemeliharanan PSU di wilayah Sentul City tanpa harus membebani warga Sentul City dengan biaya pemeliharaan yang ditetapkan secara sepihak seperti yang selama ini terjadi. Keterlibatan Sentul City atau PT SGC hanya dimungkinkan untuk melakukan produksi air bersih agar bisa dikelola dan didistribusikan oleh PDAM dan bukan sebaliknya memanfaatkan air PDAM untuk dikelola dan didistribusikan oleh Sentul City atau PT SGC.

Bahwa selama belum ada penyerahan PSU ke Pemkab pemeliharan PSU berada di tangan pengembang tapi hal tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab pengembang bukan tanggung jawab penghuni. Dan karena itu baik Permendagri No 9/2009 dan Perda 7/2012 mensyaratkan penyegeraan penyerahan PSU ini agar tidak membebani pengembang. Namun dalam praktiknya, Sentul City tidak menyegerakan penyerahan PSU tersebut tapi melalui PT SGC malah melakukan pungutan pemeliharan PSU yang seharusnya sudah diserahkan ke Pemkab Bogor dan menjadi kewajiban Pemkab Bogor untuk melakukan pemeliharaan.

Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya akan melanjutkan proses pemeriksaan terhadap dugaan Maladminitrasi dalam proses penghentian pelayanan air bersih di Sentul City dan serah terima aset pengembang lainnya di Kabupaten Bogor. Pemeriksaan ini untuk memastikan agar masyarakat yang berada di kawasan perumahan tersebut dapat segera menerima manfaat dari Pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik dengan memeriksa lebih lanjut pihak-pihak terkait. Proses pemeriksaan tersebut termasuk permintaan keterangan kepada  Bupati Kabupaten Bogor terkait dengan keterlambatan penyerahan PSU di perumahan lain yang diduga selain menganggu pelayanan publik dasar kepada para penghuni di 26 perumahan tersebut. Namun juga potensi hilangnya pendapatan negara karena Prasarana, Sarana dan Utilitas tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh BUMN atau BUMD penyelenggara pelayanan publik.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...