• ,
  • - +

Artikel

Kekuatan LAHP Ombudsman
ARTIKEL • Jum'at, 30/07/2021 • Mariani
 
Penulis

Saat mengikuti live streaming  konferensi pers Ombudsman RI pada Rabu (21/7) yang menyampaikan LAHP aduan pegawai KPK, penulis sembari membaca komentar warganet melalui live  komentar di akun youtube resmi Ombudsman RI. Dari komentar tersebut, masih banyak yang menganggap bahwa apa yang disampaikan saat itu adalah sebuah rekomendasi Ombudsman, padahal itu adalah Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan, belum sampai kepada produk "Rekomendasi" seperti yang dipahami warganet. Jadi, apa bedanya?

Sejauh pengalaman penulis sebagai asisten pemeriksaan laporan, tidak hanya masyarakat luar namun memang mayoritas masyarakat  yang membuat laporan bahkan penyelenggara layanan yang diperiksa (menjadi Terlapor terduga maladministrasi) oleh Ombudsman menganggap bahwa akhir pemeriksaan yang dilakukan Tim Pemeriksa Ombudsman adalah Rekomendasi. Sehigga memang ada beberapa pelapor yang ketika menyampaikan aduan sudah secara gamblang menyampaikan harapannya agar Ombudsman bisa menerbitkan rekomendasi.

Rekomendasi bukan produk hasil pemeriksaan yang serta merta bisa dikeluarkan karena rekomendasi itu "senjata akhir" ketika hasil pemeriksaan pada tahap LAHP tidak dilakukan oleh Terlapor maupun instansi terkait.  Terutama sejak diundangkannya Peraturan Ombudsman Nomor 26/2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan yang kemudian diubah melalui Peraturan Ombudsman Nomor 48/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor 26/2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan maka atas laporan yang diperiksa Ombudsman hasilnya disusun dalam sebuah Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan atau disingkat LAHP dan bukan langsung menerbitkan rekomendasi.

Maka setiap hasil pemeriksaan yang telah dilakukan Tim Pemeriksa Ombudsman akan disampaikan kepada Pelapor dan Terlapor dalam bentuk LAHP. Hasil akhir bisa berupa ditemukan maladministrasi atau tidak ditemukan maladministrasi. Terhadap hal ini menjadi menarik untuk diulas karena beberapa pertanyaan pun timbul, seperti bagaimana Ombudsman bisa memastikan penyelesaian laporannya hanya dengan sebuah LAHP? Seberapa kuat LAHP, sedangkan yang wajib dipatuhi Terlapor dalam Undang-Undang adalah Rekomendasi?

Pengertian LAHP

Pada Pasal 25 Peraturan Ombudaman Nomor 48/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor 26/2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan bahwa yang dimaksud LAHP adalah keseluruhan hasil pemeriksaan laporan yang telah disusun dengan memuat identitas Pelapor, Terlapor dan dugaan maladministrasi, uraian laporan (kronologi), hasil pemeriksaan yang telah dilakukan (baik berupa permintaan keterangan/klarifikasi/penjelasan pihak-pihak maupun hasil investigasi yang telah dilakukan), pendapat Ombudsman dan kesimpulan berupa ditemukan maladministrasi, tidak ditemukan maladministrasi atau pemeriksaan dihentikan.

Dalam tahapan LAHP yang hasilnya ditemukan maladministrasi maka ada poin-poin tindakan korektif yang juga harus dilakukan Terlapor (sekalipun belum tahap Rekomendasi). Kewajiban Terlapor maupun instansi terkait melaksanakan tindakan korektif pada LAHP Ombudsman juga akan menjadi cerminan seberapa patuh dan terbukanya instansi penyelenggara dalam menerima evaluasi yang akan jadi dasar memperbaiki penyelenggaraan layanannya. Namun jika pada tahapan LAHP Terlapor tidak melaksanakan tindakan korektif maka kemudian akan dijalankan mekanisme proses Rekomendasi yang wajib dilaksanakan dan jika tidak melaksanakan Rekomendasi maka Ombudsman akan menyampaikan laporan kepada DPR dan Presiden (Pasal 38 Undang-Undang Nomor 37/2008 tentang Ombudsman RI).

Jadi dapat dipahami bahwa LAHP sebagai produk Ombudsman yang memuat hasil pemeriksaan secara komperehensif. Adapun latar belakang kenapa pada akhirnya setiap akhir pemeriksaan Ombudsman tidak langsung diterbitkan Rekomendasi karena sebagaimana penjelasan bagian umum Undang-Undang Nomor 37/2008 tentang Ombudsman RI bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya dituntut untuk mengutamakan pendekatan persuasif kepada para pihak agar penyelenggara negara dan pemerintah dapat melakukan perbaikan dan mengikuti hal-hal yang "diminta" Ombudsman (Magistrature of Influence). Di sinilah kemudian kita dapat menguji seberapa dewasa para pejabat kita untuk melaksanakan hasil pemeriksaan LAHP Ombudsman tersebut tanpa harus ke tahapan Rekomendasi.

LAHP di Ombudsman Babel

Ombudsman Babel pun sejak 2017 juga menerbitkan LAHP sebagai produk akhir hasil setiap laporan masyarakat. Menurut data statistik laporan/aduan yang masuk pada tahap pemeriksaan sejak 2017 s.d. 30 Juli 2021 bahwa dari total 557 laporan, ada total 513 laporan selesai dengan menerbitkan LAHP yang hasilnya tidak ditemukan maladministrasi maupun dengan hasil ditemukan maladministrasi namun telah selesai karena Terlapor maupun instansi terkait telah memberi penyelesaian dengan melaksanakan poin-poin tindakan korektif dalam LAHP. Dan sejak 2013 Ombudsman Babel dibentuk, belum pernah ada Rekomendasi yang terbit. Tentu saja atas indikator ini maka kepatuhan penyelenggara layanan terhadap LAHP Ombudsman dengan tindakan korektif sangat tinggi.

Terhadap penerbitan hasil pemeriksaan dengan LAHP tidak saja berlaku pada laporan/aduan dari masyarakat namun juga laporan atas prakarsa sendiri oleh ombudsman. Muatannya juga sama sebagaimana pasal 25 Peraturan Ombudsman Nomor 48/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor 26/2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan. Dari data bisa dilihat bahwa LAHP untuk laporan atas prakarsa sendiri pada tahun 2020 yang memuat tindakan korektif, 90% diantaranya telah dilaksanakan Terlapor dan instansi terkait sedangkan sisanya sedang dalam tahap monitoring pelaksanaan.

LAHP dan Rekomendasi Ombudsman

Sebelum kita mengulas seberapa kuat LAHP Ombudsman, tentu dari uraian di atas dapat secara implisit kita pahami bahwa produk LAHP dan Rekomendasi Ombudsman adalah dua produk yang berbeda. Setiap tindak lanjut laporan masyarakat dan laporan atas prakarsa sendiri pasti akan disusun dalam bentuk LAHP sebagai hasil keseluruhan pemeriksaan namun tidak semua laporan pada Ombudsman harus diterbitkan Rekomendasi.

Rekomendasi terbit jika pada tahapan LAHP yang memuat tindakan korektif tidak dilaksanakan Terlapor maupun instansi terkait. Sebelum sampai tahap Rekomendasi, terhadap tindakan korektif terlebih dahulu dilakukan monitoring selama 60 hari kerja ke depan. Tahapan ini kita akan melihat sejauh mana itikad baik Terlapor maupun instansi terkait mau melakukan perbaikan dengan melaksanakan poin-poin tindakan korektif sebagaimana LAHP Ombudsman. Untuk bisa melihat contoh penerapannya, hal ini dapat kita pantau pasca disampaikannya LAHP Ombudsman RI terhadap aduan KPK, seberapa patuh nanti para instansi tersebut mau memperbaiki penyelenggaraan pelayanannya di bidang kepegawaian.

Kekuatan LAHP Ombudsman

LAHP bukan Rekomendasi tapi kekuatannya sama dengan Rekomendasi, hanya tahapan dan pola monitoring pelaksanaan yang secara teknis membedakan. Hal ini sudah diatur dalam peraturan pelaksana Ombudsman melalui Peraturan Ombudsman Nomor  48/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor 26/2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan serta Surat Keputusan Ketua Ombudsman Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Laporan Masyarakat di lingkungan Ombudsman Republik Indonesia.

Berdasarkan data penutupan laporan dalam tiga tahun terakhir di Ombudsman Babel, penyelesaian laporan pada tahap LAHP cukup memberi pengaruh signifikan dan diikuti oleh Terlapor dan instansi terkait. Ini membuktikan bahwa kekuatan Magistrature of Influence pada tahap LAHP pun sangat kuat bahkan sebelum Rekomendasi diterbitkan. Karena tahapan LAHP dapat menjadi sarana Terlapor dan instansi terkait untuk bisa mengevaluasi proses penyelenggaraan layanan yang belum optimal, meningkatkan kualitas layanan dan memantik inovasi dalam memenuhi ekspektasi pengguna layanan.

Dalam tahapan pemeriksaan Ombudsman, tentu yang jadi fokusnya adalah bagaimana hasil pemeriksaan dapat memberi perbaikan pelayanan publik. Tahapan perbaikan tentu bisa banyak opsinya, karena ada yang selesai sebelum pemeriksaan dilakukan, ada yang selesai pada tahap pemeriksaan, ada yang juga selesai melalui LAHP dengan melaksanakan tindakan korektif dan bisa jadi justru laporan akan selesai setelah adanya Rekomendasi. Terlepas dari tahapan mana laporan itu akan selesai yang jadi catatan pentingnya adalah bagaimana penyelesaian tersebut mampu meningkatkan kualitas layanan.

Sekalipun dapat dilihat bahwa penyelenggara layanan dianggap cukup memberi atensi terhadap hasil pemeriksaan Ombudsman namun permasalahan maladministrasi tidak akan berkesudahan jika perbaikan hanya karena Ombudsman. Perlu komitmen tinggi dan sustainable  penyelenggara agar layanan semakin baik, tentu saja dengan begitu maka terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih (good and clean governance) tidak hanya mimpi. (MA)

#ArtikelRiksa #OmbudsmanBabel #LAHPOmbdsman #RekomendasiOmbudsman #AduanPegawaiKPK #TemuanOmbudsmanKPK





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...