• ,
  • - +

Artikel

Ombudsman, Tak Melulu Soal Laporan
• Selasa, 09/02/2021 • Umi Salamah
 
Ruang PVL Ombudsman Babel

Hari itu, akhir Desember 2020, matahari bersinar begitu terik, cuaca yang umum dan biasa di Negeri Serumpun Sebalai yang adalah kepulauan ini. Sepertinya akan hujan lebat, batinku. Ditengah siang itu, ada dua orang ibu-ibu datang dengan mimik yang khawatir dan agak pucat. Ibu itu kenapa?, amatku ketika mereka berdua berbicara dengan keamanan di depan yang sedang mengukur suhu tubuh dan meminta mereka cuci tangan serta mengisi buku tamu.

"Mbak, ada yang mau melapor" ujar Bang Hendro, security kami di Ombudsman Bangka Belitung. Tak tega melihat wajah yang agak pucat itu, kupersilahkan mereka berdua untuk tarik napas dan minum dulu, tak lupa kuberikan senyum terbaikku. Adalah Mardiana (54 tahun) dan Rosdiana (45 Tahun), nama lengkap kedua ibu setelah kuminta perlihatkan kartu identitasnya.

"Bu, saya harus bagaimana?" ujar Bu Mardiana. Bagaimana apanya? Tak sabar ku ingin mendengar konsultasinya. Teman piketku hari ini, Bang Fajar yang ada darah Medan itu pun ikut terlihat khawatir.

"Mas, Mbak, apakah tau Koperasi ini?" ia bertanya. "Saya mau pinjam uang 20 juta, tapi disuruh transfer buat biaya admin, kalau sudah transfer langsung cair, saya sudah transfer langsung lewat petugas banknya, tapi belum cair juga," ujarnya agak gopoh.

"Ibu dapat info Koperasi ini darimana?" tanyaku.

"Dari messenger FB saya, mbak." Ibu Mardiana menyodorkan layar ponselnya yang retak kehadapanku. Bang Fajar dan aku saling toleh. Ternyata masih ada yang bisa terkena penipuan hanya dari pesan yang bahkan tidak masuk ke nomor resmi. Ku tatap kembali wajah Ibu Mardiana, Ku hanya bisa memerhatikan garis-garis matanya yang tak tertutup masker. Dalam hati, Ku mencari cara bagaimana cara menolong ibu ini.

"Apakah masih aktif nomor koperasinya Bu?" gali ku.

"Masih" Ibu itu kemudian bercerita dari awal merespon pesan singkat, dijanjikan ini itu, dia bolak-balik ke Bank, diminta transfer biaya admin dua kali hingga menceritakan nama petugas layanan koperasi hingga kepala bidangnya. Ku coba telusuri internet adakah nama koperasi yang dimaksud, tapi telusuran pencarian nihil, tidak ada informasi apapun mengenai koperasi itu yang kami yakini hanyalah nama dan alamat palsu. Berbagai alternatif kami bantu pikirkan, dari menelpon nomor yang aktif yang direspon dengan ancaman, menelusuri informasi koperasi dimaksud hingga akhirnya berbuah wajah pasrah ibu itu, bahwa dia ditipu.

"Apakah Ibu tidak cerita atau konsultasi dengan keluarga, atau orang lain soal ini , Bu?" tanyaku.  Ibu Mardiana mengarahkan telunjuknya pada Ibu Ros yang duduk disampingnya.

"Saya tidak pernah sangka kalau seperti ini Mbak, saya percaya saja kalau koperasi ini pasti lembaga yang benar ada dan bukan penipuan." Kata Ibu Ros.

Kami mengarahkan agar mereka berdua segera melapor ke Bank untuk memblokir akun rekening si penipu, syukur-syukur bisa menarik dana yang sudah tertransfer. Kedua Ibu itu kemudian pamit untuk langsung menuju Bank. Hingga jam kantor berakhir, aku masih terpikir, barangkali benar ibu itu sedang butuh uang yang banyak sehingga menggapai apapun yang ada didekatnya tanpa pikir panjang, atau mungkin memang mereka begitu polos dan mudah percaya pada orang yang mengatasnamakan lembaga atau berseragam. Ombudsman, lembaga independen ini bukan lembaga abal-abal, lembaga yang tetap memberikan yang terbaik meski ditengah pandemi, yang terus berusaha membantu orang lain yang tidak terlayani. Status jabatanku ketika itu, masih calon asisten, yang kini sudah menjadi asisten dan kurasa ku sudah berada di dunia kerja yang tepat, yang melayani dari hati dan berusaha menolong tanpa pamrih.

Esoknya Ibu Mardiana mengirim pesan ke WA Center Ombudsman Babel, tak panjang, hanya beberapa kata. "Terimakasih sudah dibantu kemarin" tulis si Ibu. Ku telpon Ibu Mardiana lantaran khawatir dan penasaran kelanjutan ceritanya. Aku baru menyadari, terimakasihnya bermakna begitu banyak, ia berterimakasih pada Ombudsman karena sudah didengarkan dengan sabar dan tanpa menilai, berterimakasih pada Ombudsman karena diberikan saran dan pandangan ketika kebingungan, berterimakasih karena Ombudsman telah berempati dan membantu berfikir untuk penyelesaian, berterimakasih pada Ombudsman karena telah bertemu dengan orang-orang yang tau harus melakukan apa yang bahkan tak bisa ia pikirkan sebelumnya, berterimakasih pada Ombudsman atas himbauan agar mengenali dan menghindari masalah yang sama, ia belum pernah mendapat pelayanan yang sangat membantu sebelumnya.

Terakhir kuberitahukan agar si Ibu mengadukan pesan singkat ini ke posko daring pesan singkat yang meresahkan. Tapi ia berkata, "Saya tak mengharap uang saya kembali tapi saya berterimakasih pada Ombudsman yang sudah mau melayani saya dan menjawab semua kekhawatiran saya."

Ah, memang kadang jawaban dari pengaduan tak melulu soal laporan, mungkin bantuan Ombudsman itu sangatlah sederhana tapi ternyata bermakna banyak bagi yang merasakan. (UMS)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...