• ,
  • - +

Artikel

Pelayanan Publik yang Rawan Maladministrasi
• Senin, 08/02/2021 • Maya Septiani
 
Maya septiani

Ombudsman Republik Indonesia secara filosofi didirikan sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik. Pelayanan publik merupakan hal strategis dalam penyelenggaraan negara yang "rentan" akan terjadinya korupsi. Oleh karena itu, urgensi pengawasan dalam pelayanan publik dilatarbelakangi karena maraknya maladministrasi yang seringkali bermuara pada tindakan korupsi. Bahkan, maladministrasi tersebut sebenarnya tidak jauh dengan tindakan korupsi itu sendiri. Sehingga untuk mencegah terjadinya maladministrasi maupun korupsi perlu dilakukan pengawasan sebagaimana fungsi dan tugas Ombudsman. Namun, dalam perjalanannya terdapat tantangan dalam pengawasan pelayanan publik. Apa tantangan pengawasan pelayanan publik tersebut? Berikut penjelasannya.

Sebelum membahas tantangan dalam pengawasan pelayanan publik, perlu dipahami terlebih dahulu tentang paradigmanya. Paradigma baru dalam pelayanan publik atau dikenal sebagai The New Public Service (NPS) sebagaimana dijelaskan oleh Denhardt dan Denhardt pada tahun 2003, dijelaskan bahwa warga sebagai citizens memiliki hak dalam mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas. Selain itu, warga negara juga memiliki hak untuk menilai, menyampaikan aspirasi, bahkan menolak maupun menuntut penyelenggara yang tidak menjalankan pelayanan publik dengan baik. Sejalan dengan Teori Exit dan Voice yang dikemukakan oleh Albert Hirschman (1970) bahwa kinerja pelayanan publik sejatinya dapat ditingkatkan dengan mekanisme exit dan voice. Adapun pengertian mekanisme exit bahwa masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih penyelenggara pelayanan publik yang lebih baik apabila pelayanan publik saat ini kurang berkualitas. Sedangkan mekanisme voice adalah adanya kesempatan untuk menyampaikan ketidakpuasan terhadap pelayanan publik kepada penyelenggara. Terkait hal tersebut, itulah tantangannya. Apakah masyarakat dapat memilih pelayanan publik apabila hanya diselenggarakan oleh negara?

Apakah setiap pelayanan publik menyediakan pengelolaan pengaduan? Standar pelayanan publik berkaitan dengan aspirasi masyarakat bahwa sejatinya mereka memiliki hak atas hal tersebut. Karena pelayanan publik merupakan hak dasar yang harus diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat memiliki hak dalam mengawal pelaksanaannya. Namun, sayangnya hal ini seringkali diabaikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pemahaman dari dahulu yang dipupuk adalah penyelenggara negara kerap "dilayani" bukan melayani masyarakat. Sehingga standar pelayanan yang notabene sebagai tolak ukur penyelenggaraan pelayanan publik cenderung terabaikan. Padahal, standar pelayanan ditujukan agar terselenggara pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dengan adanya standar pelayanan pula, diharapkan penyelenggara dapat menyelenggarakan pelayanan publik secara prima dan berkualitas.

Namun, lagi-lagi standar pelayanan publik menjadi tantangan bagi penyelenggara pelayanan publik. Nyatanya, standar pelayanan masih dianggap "remeh temeh" padahal sejatinya sangat penting. Tidak tersedianya standar pelayanan publik akan mempersulit parameter dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal tersebut juga memberikan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009,  pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum antara masyarakat sebagai penerima layanan dengan penyelenggara pelayanan publik, dan kepastian hukum juga menjadi penting karena termasuk dalam salah satu asas penyelenggaraan pelayanan publik.

Terdapat beberapa laporan masyarakat yang ditangani oleh Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung pada Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang ditemukan maladministrasi dengan tindakan korektif bagi Terlapor yang sebagian besar disebabkan tidak adanya standar pelayanan publik.  Adapun beberapa contoh tersebut adalah pada pemberhentian serta pengangkatan RT/RW, pemberhentian serta pengangkatan perangkat desa, pengawasan limbah pabrik, dan sebagainya. Beberapa contoh tersebut menunjukkan bahwa perlunya atensi pengawasan pada standar pelayanan publik. Pada dasarnya, pengawasan pelayanan publik bukan hanya dilakukan oleh Ombudsman, akan tetapi masyarakat sebagai penerima layanan yang memiliki hak penuh terkait hal tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat memiliki hak dalam menyampaikan keluhan apabila penyelenggaraan pelayanan publik tidak dijalankan dengan baik. Hak inilah yang memiliki persamaan arti sebagai reaksi terhadap kepuasan pada pelayanan publik.

Sejalan dengan hal tersebut, penyelenggara pelayanan publik memiliki kewajiban dalam memberikan pelayanan yang berkualitas, salah satunya berkaitan dengan pengelolaan pengaduan, standar pelayanan publik, dan kewajiban lainnya untuk menjawab kepuasan masyarakat tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Bahkan, khusus untuk pengelolaan pengaduan sebagai wadah aspirasi masyarakat diatur tersendiri dalam Bagian Kesembilan tentang Pengelolaan Pengaduan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa standar pelayanan publik maupun pengelolaan pengaduan merupakan indikator dan sarana yang penting bagi masyarakat dalam menyampaikan kepuasannya terhadap pelayanan publik. Selain itu sebagai kontrol dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan tindakan preventif terhadap maladministrasi.

#Ombudsman #PelayananPublik #StandarPelayananPublik #Maladministrasi 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...