• ,
  • - +

Artikel

TANTANGAN PELAYANAN BPJS DI TENGAH ISU KENAIKAN IURAN
• Senin, 02/09/2019 • St. Dwi Adiyah Pratiwi
 
foto by ST. Dwi Adiyah Pratiwi

TANTANGAN PELAYANAN BPJS DI TENGAH ISU KENAIKAN IURAN

Oleh : ST. Dwi Adiyah Pratiwi,SH.,MH.MAP (Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan)

Maraknya isu kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan belakangan mengundang minat banyak Pihak, beberapa ada yang menilai hal tersebut wajar dengan salah satu argumen berkenaan dengan defisit yang tiap tahunnya dialami oleh BPJS Kesehatan, beberapa lagi menyatakan sikap tidak setuju dengan agenda kenaikan tariff iuran tersebut dengan pelbagai alasan.

Agenda kenaikan tarif iuran dengan alasan defisit yang acap dialami BPJS Kesehatan juga turut menggelitik publik untuk mempertanyakan berkaitan dengan anggaran operasional yang dihabiskan oleh BPJS Kesehatan sendiri. Mengingat BPJS Kesehatan yang menyelenggarakan jaminan sosial di bidang kesehatan ini adalah merupakan badan hukum publik yang menjalankan fungsi dan tugas pemerintahan berkenaan dengan pemberian pelayanan publik, lain halnya dengan badan hukum privat yang bertujuan memperoleh laba dari kegiatan usahanya. Sehingga pelayanan publik menjadi kata kunci yang ditidak bisa dipisahkan dari BPJS Kesehatan.

Jaminan Sosial

Penyelenggaraan jaminan sosial tidak lain adalah bentuk pengejawantahan dari peran pemerintah untuk terlibat dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana ditegaskan dalam preambule Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Pasal 34 ayat (2) bahwa " Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", yang lebih lanjut diatur dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, sehingga andil pemerintah dalam penyelenggaraan program ini tentu memiliki bagian yang lebih besar termasuk dalam hal suplai amunisi keuangan untuk mendukung kesinambungan program.

Membebankan dukungan keuangan BPJS Kesehatan kepada masyarakat dapat dinilai kontraproduktif dengan konsep jaminan sosial yang merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial oleh negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan hidup dasar yang layak bagi warganya. Sehingga wajar saja apabila isu kenaikan tarif iuran BPJS hingga 100% mengundang berbagai bentuk aksi protes dari berbagai pihak.

BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik yang ditunjuk untuk melaksanakan program jaminan sosial dibidang kesehatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 sejak ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. Dalam mendukung keberlangsungan program ini, BPJS Kesehatan memiliki tiga sumber pendapatan yakni iuran peserta, hasil investasi dan alokasi dana pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.

Penyesuaian Tarif

Menampik isu kenaikan tarif BPJS, telinga publik diperkenalkan dengan istilah "penyesuaian", yang sebenarnya tidak lain adalah bentuk eufemisme. Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa kasar. Istilah "penyesuaian" ini muncul dengan dalih bahwa sejak adanya BPJS Kesehatan sejak tahun 2014 hingga saat ini belum pernah dilakukan penyesuaian iuran sebagai salah satu upaya untuk menjaga kesehatan keuangan dan kesimbungan penyelenggaraan program tersebut. Padahal jika ditarik kembali ke belakang, melihat catatan sejarah tarif iuran BPJS Kesehatan sendiri telah pernah mengalami kenaikan iuran, sejak beroperasinya BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan sosial mulai tanggal 1 Januari 2014 menggantikan PT Askes (Persero) penetapan tarif iuran telah diatur dalam Pasal 16 F Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan yang mengatur tarif iuran untuk masing-masing kelas, yakni Kelas III sebesar Rp.25.500.-, Kelas II sebesar Rp. 42.500.-, dan Kelas I sebesar Rp. 59.500.-, selanjutnya tarif tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2016 yang diatur melalui Pasal 16 F Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan yang mana tarif iuran untuk kelas III masih tetap sama, untuk iuran kelas II menjadi Rp.51.000.-, dan kelas I menjadi Rp.80.000.-, tarif berlaku sampai hingga saat ini yang diatur dalam Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.

Akhirnya, ketimbang harus bersembunyi dibalik eufisme yang berkutat dalam permainan istilah belaka, seharusnya yang menjadi perhatian BPJS Kesehatan adalah bagaimana menunjukkan dan membuktikan komitmen dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, sehingga masyarakat merasakan dampak positif dari pelayanan yang diselenggarakan.

Tantangan Peningkatan Layanan

Apabila agenda kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan benar ditindaklanjuti menjadi sebuah kebijakan publik, maka selanjutnya yang mesti menjadi concern dari BPJS adalah peningkatan kualitas layanan. Di antaranya praktik pemisahan loket di instansi pelayanan kesehatan menjadi semakin layak dipertanyakan, sebab menimbulkan kesan adanya kelas dalam pemberian pelayanan kepada pasien dari jalur umum, asuransi komersil, dengan BPJS yang merupakan program pemerintah. Ke depannya diharapkan setiap loket di penyelenggara layanan dapat melayani peserta BPJS tanpa ada lagi pemisahan loket yang berdampak pada menumpuknya antrian pengguna layanan. Bukan hal yang sederhana, penumpukan ini bisa saja menimbulkan potensi maladministrasi berupa praktik calo yang bertentangan prosedur dan diskriminasi yang bertentangan dengan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik.

Hal lainnya yang perlu menjadi sasaran perbaikan adalah komitmen dalam memberikan kemudahan akses layanan, sebagai contoh dalam kondisi peserta BPJS Kesehatan saat mengakses layanan tidak mambawa kartu BPJS seharusnya dengan menunjukkan bukti kepesertaan pada mobile JKN, mengingat setiap peserta memiliki Nomor Kartu yang tidak mungkin sama satu dengan lainnya, dan beberapa aspek lainnya yang diharapkan terus mengalami perbaikan pelayanan. Akhirnya, harapan untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan menjadi tugas penting yang menanti aksi nyata segenap Pihak BPJS Kesehatan.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...