• ,
  • - +

Artikel

Tindakan Korektif Ombudsman: Semangat Perbaikan Mengurai Maladministrasi
ARTIKEL • Kamis, 22/07/2021 • Iman Dani Ramdani
 
Iman Dani Ramdani

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, Ombudsman RI menemukan bahwa masih banyak masyarakat secara umum maupun instansi yang menjadi Terlapor belum memahami istilah Tindakan Korektif Ombudsman RI. Sebagian besar orang lebih familiar dengan istilah Rekomendasi Ombudsman dibanding dengan Tindakan Korektif. Memang hal ini tidak salah, karena secara jelas istilah Rekomendasi disebut berkali-kali dalam Undang-Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayanan Publik maupun Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Sementara itu, Tindakan Korektif hanya disebut di dalam aturan yang sifatnya lebih teknis, yakni Peraturan Ombudsman. Namun pada praktiknya, dari puluhan ribu kasus pengaduan/keluhan masyarakat yang diselesaikan/ditangani oleh Ombudsman RI, jarang sekali dikeluarkan Rekomendasi karena biasanya permasalahan/kasus/pengaduan/keluhan tersebut selesai pada tahap pemeriksaan ataupun melalui Tindakan Korektif Ombudsman apabila ditemukan adanya maladministrasi.

Tindakan Korektif ini lazimnya digunakan oleh Ombudsman di tingkat pusat maupun perwakilan untuk memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Terlapor terkait ditemukannya maladministrasi dan langkah apa saja yang kemudian dapat dilakukan oleh Terlapor sebagai proses perbaikan/koreksi dalam pelayanan publiknya. Jika Tindakan Korektif ini tidak dilaksanakan, maka hal inilah yang kemudian akan menjadi bahan dalam penyusunan Rekomendasi, yang tentunya melalui proses dan tahapan lebih lanjut oleh tim yang ditunjuk oleh Ombudsman Pusat.

Melalui Tindakan Korektif, sebagian besar permasalahan/kasus/pengaduan/keluhan dapat diselesaikan. Bukan hanya masyarakat yang merasa terbantu karena permasalahan/kasus/pengaduan/keluhannya diselesaikan, akan tetapi banyak juga dari Penyelenggara/Pelaksana layanan pada instansi Terlapor menjadi terbantu dengan adanya Tindakan Korektif Ombudsman. Hal ini dikarenakan, pada proses penyelesaian permasalahan/kasus/pengaduan/keluhan dari masyarakat tersebut, para Penyelenggara/Pelaksana layanan pada Instansi Terlapor sering menemukan jalan buntu (deadlock) dari segi administratif, peraturan, hukum, dan kewenangan yang tidak bisa terselesaikan. Sehingga membutuhkan suatu produk dari lembaga seperti Ombudsman berupa Pendapat/Saran dan Tindakan Korektif yang dapat dijadikan sebagai dasar pembuatan keputusan oleh Penyelenggara/Pelaksana layanan tersebut.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dibutuhkan Tindakan Korektif dan hasil pemeriksaan Ombudsman dalam membuat keputusan tersebut? Jawabannya tidak lain karena tindakan administratif yang dilakukan oleh Penyelenggara/Pelaksana layanan sebagian besar berkonsekuensi hukum ataupun terhalang oleh sekat birokrasi, baik secara horizontal maupun vertikal sehingga membutuhkan lembaga eksternal sebagai jembatan untuk menengahinya.

Tindakan Korektif Ombudsman memiliki perbedaan dengan produk yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga lain yang tupoksinya hampir sama dengan Ombudsman. Tindakan Korektif lebih mendorong pada proses perbaikan melalui semangat penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, bersih, dan terbuka dalam pelayanan publik sesuai dengan prinsip Good Governance and Smart Government. Jadi, bukan semata-mata berbicara masalah meminta membatalkan/menganulir keputusan yang telah dibuat oleh Penyelenggara/Pelaksana layanan yang dinyatakan melakukan maladministrasi, akan tetapi juga dapat meminta sisi perbaikan dari aspek sistem, mekanisme dan prosedur yang dapat mempengaruhi upaya perbaikan dari Instansi Terlapor tanpa melanggar segi administratif, peraturan, hukum dan kewenangan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, diharapkan dapat tercapai titik keseimbangan antara Pelapor dan Terlapor.

Tindakan Korektif yang tertuang dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) tidak hanya mempertimbangkan aspek hasil dan tujuan, namun juga selalu mempertimbangkan aspek dampak (outcome) berupa apakah Tindakan Korektif tersebut dapat dilaksanakan atau tidak oleh Penyelenggara/Pelaksana layanan dari Instansi yang dilaporkan. Di sinilah sisi elastisitas Tindakan Korektif Ombudsman, dimana memungkinkan adanya pengutamaan pelaksanaan Tindakan Korektif secara sukarela sebagai upaya mencegah kerusakan yang lebih parah atas tindakan maladministrasi yang telah dilakukan dan berorientasi kuat pada fakta, namun tetap mendorong upaya penyelesaian melalui pendekatan informal dan persuasif tanpa melanggar peraturan serta kepatutan.

Pada akhirnya, praktik-praktik maladministrasi tidak selalu menyediakan banyak pilihan jalan keluar dalam proses penyelesaiannya. Namun demikian, beberapa pendekatan melalui pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengurai permasalahan tersebut, sehingga dapat ditemukan formulasi yang komprehensif dan jalan tengah dalam upaya perbaikannya. Tindakan Korektif Ombudsman merupakan salah satu opsi yang dapat dijadikan sebagai jalan mengurai maladministrasi dan menemukan solusi perbaikan meskipun dalam batas minimal sekalipun. Diharapkan hal ini dapat memberikan upaya perbaikan untuk dilaksanakan oleh para Penyelenggara/Pelaksana layanan yang dinyatakan melakukan tindakan maladministrasi.

Tentunya, keberhasilan pelaksanaan Tindakan Korektif sangat tergantung pada wibawa Lembaga/Instansi Terlapor dan kesadaran hukum para Penyelenggara/Pelaksana layanan. Dengan kata lain, seyogyanya para Penyelenggara/Pelaksana layanan tidak perlu memandang Tindakan Korektif Ombudsman sebagai aib birokrasi, namun sebagai upaya bahu-membahu dalam proses perbaikan bersama sebagai bentuk sinergitas dan kolaborasi dalam bernegara.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...