• ,
  • - +

Artikel

Perlukah Penilaian Kepatuhan Dilakukan Ombudsman Setiap Tahun?
• Senin, 17/01/2022 •
 
Asisten Atika Mutiara Oktakevina

Kembali, zona hijau, merah, dan kuning menghiasi akhir dan awal tahun. Ombudsman Republik Indonesia telah merilis hasil Penilaian Kepatuhan Tahun 2021 pada 29 Desember 2021 lalu yang diikuti oleh rilis hasil penilaian oleh seluruh Kantor Perwakilan Ombudsman termasuk Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung. Penilaian tahun ini di wilayah Provinsi Lampung diperoleh hasil 10 (sepuluh) Pemerintah Daerah masuk ke dalam zona hijau (tingkat kepatuhan tingggi) dan 6 (enam) Pemerintah Daerah masuk ke dalam zona kuning (tingkat kepatuhan sedang).

Tahun ini, 16 (enam belas) Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi di Provinsi Lampung memang tidak mencetak zona merah (zonasi yang menunjukkan tingkat kepatuhan rendah), namun menarik karena beberapa diantara Pemerintah Daerah yang sebelumnya telah meraih zona hijau, tahun ini justru harus mendarat di zona kuning.

Penilaian Kepatuhan dalam Pemenuhan Standar Pelayanan Publik telah dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia dan seluruh Kantor Perwakilan Ombudsman sejak Tahun 2013. Bahkan pelaksanaannya kini menjadi salah satu pengejawantahan visi misi Presiden Joko Widodo dalam RPJMN 2020 - 2024 (Perpres Nomor 18 Tahun 2020) dimana transformasi penyelenggaraan pelayanan publik menjadi salah satu dari tujuh agenda pembangunan sesuai arahan Presiden. Bahkan strategi pembangunan berupa peningkatan kapasitas daerah otonom dalam pelaksanaan desentralisasi, salah satunya ditujukan untuk pemenuhan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien.

Beberapa penyelenggara negara yang tak lain adalah penyelenggara pelayanan publik mungkin merasa gerah dengan adanya label zona merah dan kuning. Beberapa penyelenggara yang sudah pernah berada di zona hijau atau tingkat kepatuhan tinggi pada Penilaian Kepatuhan tahun sebelumnya juga bertanya-tanya mengapa di tahun 2021 nilai yang diperoleh bisa menurun?

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, perlukah Penilaian Kepatuhan dilaksanakan berulang atau bahkan di setiap tahun? Apalagi jika zonasi yang dipredikatkan kepada penyelenggara seolah menjadi label yang memberikan penilaian atas baik atau buruknya pelayanan publik dari sebuah penyelenggara?

Penilaian Kepatuhan Tahun 2021 memiliki beberapa batasan diantaranya yaitu, pertama, penilaian dilakukan terhadap pemenuhan standar pelayanan publik yang bersifat tangible atau terlihat. Variabel ini adalah variabel yang berhubungan langsung dengan masyarakat selaku pengguna layanan, seperti ketersediaan persyaratan, mekanisme, jangka waktu, tarif/biaya, produk pelayanan, pengelolaan pengaduan, sarana prasarana umum dan sarana prasarana untuk pengguna layanan berkebutuhan khusus, ketersediaan maklumat pelayanan, termasuk evaluasi pelayanan dalam bentuk sarana pengukur kepuasan pelayanan. Ketersediaan varibel tersebut harus terlihat dan dapat diakses oleh pengguna layanan. Maka, tidak semua komponen standar pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menjadi variable dalam penilaian ini.

Kedua, penilaian kepatuhan (selain pada kantah dan polres selaku instansi vertikal di daerah), difokuskan terhadap pelayanan administrasi dari 4 (empat) bidang/urusan wajib yang sekaligus merupakan pelayanan dasar pada Pemerintah Daerah yaitu perizinan, kesehatan, pendidikan, dan administrasi kependudukan.

Penilaian Kepatuhan yang telah dilaksanakan oleh Ombudsman sejak Tahun 2013 sampai dengan saat ini tentu selalu mengalami penyempurnaan dari tahun ke tahun sebagaimana layaknya suatu penyelenggaraan program oleh sebuah lembaga negara. Salah satu yang berbeda di tahun ini adalah, Ombudsman menilai pemenuhan standar pelayanan publik dari 2 (dua) platform yaitu manual dan digital, namun Ombudsman memberikan apresiasi lebih dalam bentuk poin nilai yang sedikit lebih tinggi dalam hal penyelenggara mampu memenuhi standar pelayanan berbasis platform digital. Hal ini sebagaimana amanah presiden dalam Perpres 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

Jika kembali pada pertanyaan di atas, tentunya saya memandang bahwa Penilaian Kepatuhan dalam Pemenuhan Standar Pelayanan Publik sangat penting untuk dilakukan berulang. Penilaian ini akan menguji komitmen kepala daerah selaku pimpinan pada Pemerintah Daerah atas beberapa hal.

Pertama, mampukah kepala daerah secara konsisten berkomitmen memastikan seluruh timnya memenuhi standar pelayanan untuk pelayanan publik pada setiap lini? Tidak terfokus hanya pada beberapa bidang/urusan yang banyak diakses oleh masyarakat, tapi juga semua bidang/urusan yang menjadi kewenangannya?

Penilaian Kepatuhan oleh Ombudsman bisa saja beranjak atau bertambah dari satu bidang/urusan ke bidang/urusan lainnya dalam penilaian kepatuhan di tahun 2022, sesuai dengan batasan penilaian kepatuhan pada tahun 2022. Bahkan bisa saja, Ombudsman akan merambah tidak saja pelayanan administrasi publik tapi juga mencakup pelayanan jasa publik dan barang publik. Komitmen kepala daerah akan terlihat manakala Pemerintah Daerah yang ia pimpin siap dengan pemenuhan standar pelayanan untuk setiap bidang/urusan pelayanan publik yang menjadi kewenangannya.

Kedua, mampukah kepala daerah memastikan seluruh timnya untuk terus update terhadap setiap perubahan regulasi ?

Perubahan regulasi akan berdampak tidak hanya terhadap perubahan pelayanan publik yang menjadi kewenangan mereka. Tapi juga akan sampai kepada sampai kepada cara penyajian standar pelayanan yang harus menyesuaikan tuntutan zaman (misalnya, penggunaan platform digital).

Ketiga, mampukah kepala daerah berkomitmen untuk terus melakukan evaluasi dan perbaikan standar pelayanan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik?

Meskipun hal ini tidak berpengaruh terhadap hasil penilaian, namun evaluasi standar pelayanan sangat dibutuhkan dan menjadi salah satu langkah lebih lanjut pasca pemenuhan standar pelayanan. Karena terdapat celah evaluasi standar pelayanan publik tidak hanya ketika terjadi perubahan regulasi di atasnya, tetapi juga ketika standar pelayanan yang ada dinilai belum mampu memenuhi ekspektasi masyarakat. Misalkan, peraturan memberikan ruang bahwa sebuah pelayanan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama tujuh hari kerja? Seorang kepala daerah yang memiliki komitmen tinggi dalam pelayanan publik tentu akan mengupayakan pelayanan secepat mungkin untuk satu tujuan, memberikan yang terbaik untuk masyarakat.

Ketiga hal tersebut menjadi jawaban mengapa Penilaian Kepatuhan dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik perlu dilakukan setiap tahun. Sebagaimana layaknya masyarakat pengguna layanan, kehadiran Ombudsman selaku penilai layaknya kehadiran masyarakat yang mengakses pelayanan publik, yang tidak dapat ditebak dan dapat hadir kapan saja tanpa harus berkabar kepada penyelenggara.

Ketiga hal di atas juga, tentu dapat dijawab oleh masing-masing kepala daerah. Apalagi jika mengingat momen 27 Mei 2021, dimana pada saat itu, 16 kepala daerah/wakil kepala daerah di Provinsi Lampung telah hadir dalam Penandatanganan dan Deklarasi Komitmen Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilaksanakan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung. Poin deklarasi pada hari itu ialah, seluruh kepala daerah/wakil kepala daerah bersepakat untuk berkomitmen memberikan pelayanan publik yang semakin prima. Salah satu perwujudannya adalah dengan dimulainya pemenuhan standar pelayanan publik yang menjadi tolok ukur dari penyelenggaraan pelayananan publik.

Pemenuhan standar pelayanan untuk setiap pelayanan publik yang diberikan selanjutnya akan beranjak pada step penerapan/implementasi standar pelayanan tersebut. Jika penerapan bisa sejalan dengan konsep standar pelayanan, maka perlahan tapi pasti, kepala daerah maupun setiap pimpinan penyelenggara pelayanan publik akan mampu menghasilkan kualitas pelayanan publik yang semakin prima. Apalagi jika setiap tahunnya, standar pelayanan selalu diuji melalui evaluasi dengan membawa ekspektasi masyarakat pengguna layanan sebagai salah satu bahan evaluasi. Inilah tujuan jangka panjang yang diharapkan dari Penilaian Kepatuhan oleh Ombudsman.

Akhirnya, saya pribadi berharap, para peraih zona hijau agar tidak jumawa, namun peraih zona kuning dan zona merah pun hendaknya tidak merasa paling sengsara. Bahwa Hasil Penilaian Kepatuhan adalah salah satu pengingat dimana sebuah Pemerintah Daerah ataupun Penyelenggara Pelayanan Publik lainnya harus terus berupaya untuk berbenah. Bagi peraih zona merah dan kuning, telah mendapat pengingat keras untuk melakukan perbaikan.

Untuk peraih zona hijau, sudah saatnya untuk memperhatikan pemenuhan standar pelayanan publik pada lingkup pelayanan publik lainnya sambil tetap berupaya menyesuaikan perubahan regulasi yang seirama dengan tuntutan zaman. Karena zona hijau juga tak lantas menunjukkan telah begitu hebatnya sang pemilik predikat. Zona hijau dalam Penilaian Kepatuhan dalam Pemenuhan Standar Pelayanan Publik adalah salah satu langkah awal yang memang sudah sepatutnya menjadi kewajiban penyelenggara pelayanan sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Pelayanan Publik. Maka, jika zona hijau saja masih memililki sejumlah pe-er panjang, apalagi dengan zona kuning dan zona merah?

Perubahan dan penyempurnaan adalah sesuatu keniscayaan dalam setiap proses, termasuk dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Semoga setiap kepala daerah dan penyelenggara pelayanan publik lainnya memiliki komitmen dan semangat untuk melakukannya dengan konsisten.


Oleh: Atika M. Oktakevina, S.I.P., M.H.

Asisten Muda pada Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...