• ,
  • - +
Ombudsman: Jangan Jadikan Rapid Test Corona Syarat Layanan atau Bepergian
Kliping Berita • Jum'at, 10/07/2020 •
 
Komisioner Ombudsman Alvin Lie Foto: Ainul Qalbi/kumparan

Anggota Ombudsman RI Alvin Lie meminta pemerintah lebih tegas soal aturan bepergian. Kalau dilarang bepergian jangan setengah-setengah, apabila diperbolehkan tak usah menjadikan hasil tes cepat COVID-19 sebagai persyaratan.

"Jangan jadikan hasil rapid test untuk syarat layanan atau bepergian. Kalau memang syaratnya untuk mencegah penularan, ya terapkan protokol kesehatan. Cek suhu tubuh, pakai masker, atur jarak duduk, sering dibersihkan disinfektan," kata Alvin Lie di Jakarta, Jumat (10/7).

"Petugasnya sekalian menggunakan masker dan pelindung wajah dan sarung tangan. Itu sudah cukup, di mana-mana juga begitu," sambung dia.

Menurut Alvin, menjadikan rapid test sebagai syarat bepergian di dalam negeri sama saja penyalahgunaan. Kalau memang mau tes, ya harusnya demi tracing kontak dekat dan pencegahan penularan.

"Ini sudah penyalahgunaan rapid test. Di seluruh dunia ini hanya Indonesia yang memberlakukan membawa hasil tes wajib untuk perjalanan dalam negeri. Bahkan Australia bagian Victoria dan New South Wales yang mulai merebak lagi tidak itu, yang dilakukan adalah lockdown," ungkapnya,

Jadi, menurut Alvin, pemerintah tidak bisa setengah-setengah menegakkan aturan. Boleh atau tidak boleh, titik.

Kita jangan setengah-setengah, kalau enggak boleh, ya nggak boleh saja. Kalau boleh, ya enggak usah pakai tes-tesan. Kecuali perjalanan lintas negara itu pun ketika datang, bukan ketika berangkat diwajibkan tes," tutur Alvin.

Seperti diketahui, masyarakat Indonesia sudah mulai bepergian menggunakan transportasi umum baik pesawat, kereta dan sebagainya seiring pelonggaran transportasi. Namun mereka harus melampirkan sejumlah syarat seperti hasil rapid test ataupun PCR negatif.

Mereka yang bepergian pun juga harus menaati protokol kesehatan. Pembukaan transportasi ini menjadi bagian upaya pemerintah menuju masa adaptasi kebiasaan baru.

Tak cuma naik transportasi umum, mereka yang hendak masuk ponpes dan ikut seleksi masuk PTN juga harus melakukan rapid test dengan hasil nonreaktif.

Menkes telah mengeluarkan surat edaran yang isinya biaya rapid test termahal adalah Rp 150 ribu. Namun, fakta di lapangan, harganya di atas itu dengan alasan ada biaya konsultasi dokter, jasa tenaga kerja, biaya APD, dll.

Sementara, ahli wabah menilai rapid test hanya buang-buang duit karena akurasinya rendah. ***





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...