• ,
  • - +
Ombudsman: Perlu Standar Minimal Layanan Publik Daerah-Kelompok Marjinal
Kliping Berita • Kamis, 12/12/2019 •
 
Foto: Komisioner Ombudsman Ahmad Suaedy (Ahmad Bil Wahid/detikcom)

Jakarta - Ombudsman RI menyoroti kualitas pelayanan publik di daerah tertinggal dan kelompok marjinal yang dianggap belum maksimal. Ombudsman mendorong perlu dibuatnya standar minimal pelayanan publik untuk dua objek tersebut.

"Yang mungkin perlu didiskusikan di sini adalah bahwa belum ada standar minimal dari pelayanan publik untuk daerah dan kelompok marjinal. Ada standar minimal yang bersifat sektoral misalnya Kementerian Pendidikan punya sendiri standar minimal, Kementerian Kesehatan ada sendiri, tapi sekarang keseluruhan desa atau daerah atau kelompok seperti apa, seharusnya punya standar minimal pelayanan publik," kata Komisioner Ombudsman Ahmad Suaedy dalam peluncuran buku di Hotel Wyndham, Jalan Casablanca, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2019).


Suaedy memberikan perbandingan dengan apa yang dilakukan Singapura yang menargetkan setiap warganya bisa memiliki rumah. Meski begitu, dia mengakui hal itu butuh waktu lama jika dilakukan di Indonesia.

"Misalnya Singapura, misalnya ini daerah yang sangat kecil, itu standar minimalnya semua orang harus punya rumah, sehingga setiap orang harus berpenghasilan bisa nyicil rumah. Kalau kita pasti belum sampai ke sana, karena memang selain negara yang sangat besar juga memang prosesnya panjang, tapi minimal ada pelayanan publik yang menjamin bahwa semua masyarakat harus bisa akses," ujarnya.

Dia juga menyebut bahwa layanan publik untuk kelompok adat dan kelompok agama tertentu masih belum terjamin. Kelompok tersebut menurut Suaedy perlu mendapat perlakuan khusus.

"Ada banyak kelompok misalnya kelompok adat, kelompok agama yang selama ini belum secara fixed mendapatkan jaminan pelayanan publik, oleh karena itu kami ingin semua kelompok ini mendapat akses dengan special treatment karena kelompok marjinal ini adalah kelompok yang tidak sama dengan yang lain," ucap dia.

Ombudsman juga menyinggung soal pembangunan desa tertinggal yang memanfaatkan dana desa. Menurut Ombudsman, ada kesenjangan antara desa tertinggal dengan desa yang sudah berkembang.

"Kami juga melihat adanya kesenjangan di dana desa antara desa yang tertinggal dan desa yang maju sekalipun itu dananya sama, padahal penggunaan prioritasnya berbeda. Karena kalau desa yang sudah berkembang mereka menggunakan dana itu untuk pengembangan, sementara daerah yang sangat tertinggal itu menggunakan dana itu untuk fasilitas dasar," kata Suaedy.

"Jadi hal seperti ini yang kami lihat dan kami usulkan agar perbaikan infrastruktur dasar tadi mestinya harus dilakukan pemerintah dengan dana sendiri, dana afirmasi dan bukan dana desa," pungkasnya.



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...