• ,
  • - +
Ombudsman RI Dalami Reforma Agraria
Kabar Ombudsman • Rabu, 18/08/2021 •
 
Foto Bersama FGD tentang Reforma Agraria, Rabu (18/8/2021)

Jakarta - Laporan masyarakat bertendensi konflik agraria yang diterima Ombudsman RI jumlahnya cukup tinggi. Di sisi lain dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, penanganan sengketa dan konflik agraria menjadi bagian dari tujuan reforma agraria. Hal ini mendorong Ombudsman RI mendalami lebih jauh tentang reforma agraria sebagai upaya pencegahan maladministrasi. Harapannya Ombudsman berkontribusi memberikan masukan yang mendalam atas kebijakan dan kualitas pelayanan penyelenggara negara.

Salah satu rangkaian dari upaya tersebut dengan diselenggarakannya focus group discussion (FGD) virtual yang melibatkan narasumber yang kompeten di bidangnya. Kegiatan yang dilaksanakan hari Rabu, 18 Agustus 2021 menghadirkan Prof. Maria SW Soemardjono, Pakar/Akademisi UGM); Surya Tjandra, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN; Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaharuan Agraria/KPA; serta Dadan S Suharmawijaya, Anggota Ombudsman RI. Tema yang diangkat yaitu, "Meninjau Capaian Reforma Agraria dalam Penyelesaian Konflik Agraria dan Redistribusi Tanah."

Kegiatan yang terbuka untuk umum dan disiarkan langsung tersebut, menarik minat dan antusiasme peserta dari internal Ombudsman, ATR/BPN, akademisi, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya yang concern terhadap isu-isu agraria. Berbagai kondisi nyata di lapangan, saran, masukan dan pertanyaan terungkap dalam forum ini.

Surya Tjandra mengungkapkan progress target, capaian, tantangan reforma agraria. Diungkap pula upaya perubahan guna percepatan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan. Menurutnya, terdapat beberapa tantangan penyelesaian konflik pertanahan, di antaranya belum terimplementasi kebijakan satu peta. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih perizinan, tumpang tindih hak atas tanah, serta ketidaksesuaian tata ruang. Diungkap pula problematika lain seperti inventarisasi subjek redistribusi, perkara di pengadilan, konflik yang melibatkan aset negara, konflik pertanahan dengan perhutani dan dalam kawasan hutan. Yang tidak kalah menarik yaitu adanya problem jaminan dan kepastian hukum serta profesionalisme aparat penegak hukum.

Sedangkan Dewi Kartika mengkritisi reforma agraria masih ditampilkan semata dalam kerangka layanan umum sertipikasi tanah dan belum banyak menyentuh penyelesaian konflik dan keadilan akses atas tanah sebagaimana yang dimandatkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018. Capaian reforma agraria tahun 2020 dinilai masih meragukan. Demikian Dewi Kartika menyampaikan catatan kritisnya atas realisasi Reforma Agraria dengan tampilan data yang cukup lengkap.

Sementara itu, Prof. Maria SW Soemardjono mengulas reforma agraria dari perspektif UU Cipta Kerja. Menurutnya kebijakan pertanahan dalam UU Cipta Kerja lebih mendukung investasi dan pembangunan infrastruktur, sedangkan reforma agraria berorientasi pada keadilan bagi masyarakat terhadap akses dan pemanfaatan tanah. Ia juga menyoroti tentang ketersediaan tanah untuk reforma agraria menurut Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 dan menurut Peraturan Pemerintah No 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah. "Niat kita sama yaitu mencari jalan keluar dari masalah yang ada maka perlu dilakukan upaya dan kerja sama semua pihak," tambahnya.

Dari diskusi ini terungkap pula saran peserta agar Ombudsman RI mengagendakan kegiatan lanjutan dan menghadirkan kementerian/lembaga/pihak terkait lainnya agar pembahasan komprehensif. Hal tersebut disambut baik oleh Dadan S Suharmawijaya, bahwa Ombudsman RI akan mengagendakan kegiatan lanjutan yang lebih dan mendalam. Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra mendukung pula pembahasan lebih spesifik agar mendalam dengan Kementerian/Lembaga terkait namun dengan peserta terbatas agar lebih fokus sebagaimana model FGD yang efektif. ***. (DAH)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...