• ,
  • - +
Ombudsman RI Minta Kemendagri Tindaklanjuti Temuan soal Pj Gubernur
Kliping Berita • Jum'at, 05/08/2022 •
 
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng

Jakarta - Ombudsman RI meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menindaklanjuti 3 poin temuan maladministrasi terkait proses pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah. Sebab, Ombudsman menilai belum ada tindak lanjut dari Kemendagri usai 2 pekan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman itu.

"Kita memberikan waktu selama 30 hari kerja untuk memberikan respon dan menindaklanjuti poin-poin baik temuan maladministrasi maupun tindakan korektif yang kita sudah terangkan," kata anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam diskusi penunjukan Pj kepala daerah pascarekomendasi Ombudsman, yang disiarkan virtual di YouTube Perludem, Kamis (4/8/2022).

"Jadi kita punya waktu 18 Juli sampai dengan hari 30 hari hari kerja, hari kerja bukan 18 Agustus karena hitungannya hari kerja bukan kalender biasa, mungkin sekitar tanggal 20-an kita akan melihat batas waktunya," imbuhnya.

Setelah waktu 30 hari itu, Ombudsman dapat menyampaikan rekomendasi yang ditujukan kepada Presiden Jokowi dan ditembuskan kepada DPR apabila tindak lanjut dari terlapor, yakni Mendagri, dinilai tidak memuaskan.

"Nah rekomendasi ini isinya terkait dengan pernyataan kesalahannya apa dan tindakan yang harus diambil, dan itu sudah tidak lagi ke terlapor, tapi ke atasannya terlapor dalam hal ini kalau Mendagri tentu atasannya kepada Pak Presiden dan tembusannya kepada DPR," imbuhnya.

Robert menyoroti pengangkatan penjabat kepala daerah yang dilakukan Kemendagri saat ini seolah-olah sama dengan pengangkatan pejabat dalam jabatan administrasi biasa yang bahkan disamakan dengan pengangkatan Plt atau Pjs yang durasinya singkat seperti 2 bulan, 3 bulan sesuai dengan lamanya masa kampanye. Namun tahun ini durasi pemerintahan Penjabat kepala daerah itu bisa 1 atau bahkan 2 tahun lebih, tetapi dilakukan dengan cara yang kurang transparan maupun demokratis, sedangkan kewenangan Pj kepala daerah hampir sama dengan kepala daerah definitif.

"Kemendagri sangat sulit memahami bahwa proses pengangkatan penjabat ini harus terbuka prosesnya, transparan, dan juga partisipatif. Transparan artinya publik harus tahu kenapa seseorang diangkat menjadi Penjabat kepala daerah di suatu tempat," katanya.

Robert mengatakan sore ini Sekjen Kemendagri akan ke kantor Ombudsman untuk menyampaikan progres atas LAHP Ombudsman, Ombudsman terbuka apabila Kemendagri menggunakan haknya untuk menyampaikan tanggapan. Nantinya dokumen tanggapan dari Kemendagri akan menjadi bagian yang perlu Ombudsman cermati dalam rangka penyusunan rekomendasi apabila nanti akan berujung rekomendasi.

Robert mengatakan saat ini Ombudsman belum membahas tentang rekomendasi. Namun, Ombudsman akan melakukan pendekatan persuasif, serta mencari jalan penyelesaian bersama dengan pihak terlapor terkait tantangan, apa yang masih perlu dibantu.

Meski begitu, Robert mengaku mendapat informasi saat ini Kemendagri telah menyurati Ketua DPRD di sejumlah daerah yang akan mengangkat Penjabat kepala daerah untuk menyampaikan usulan calon Pj kepala daerah. Tadinya DPRD tidak dilibatkan mengusulkan nama-nama calon Pj kepala daerah, tetapi, kata Robert, kini Ketua DPRD sejumlah daerah telah diminta mengusulkan 3 nama.

"Tadinya tidak ada sama sekali, dia (Kemendagri) sudah meminta DPRD melalui ketua DPRD-nya menyampaikan paling tidak 3 nama usulan. Ini sudah kita peroleh surat-surat yang ada," ujarnya.

Selain itu, Robert mendapat informasi Kemendagri tengah menyusun draft Permendagri yang dinilai isinya telah mendekati konsep democratic governance, meskipun menurut Ombudsman masih diperlukan Peraturan Pemerintah yang mengatur prosedur pengangkatan Pj kepala daerah.

Ombudsman berharap calon Pj kepala daerah selanjutnya dipilih berdasarkan proses transparan dan demokrasi serta memiliki rekam jejak yang bagus secara kapasitas maupun integritas.

"Mudah-mudahan Kemendagri dapat merangkum semua proses itu dalam suatu terobosan penting dimulai dari hulunya membuat kebijakan berupa peraturan pemerintah, menyiapkan calon-calon yang ada, diumumkan kepada publik melalui proses pengusulan yang partisipatif paling tidak melibatkan DPRD dan jajaran pemerintahan terkait, dan masyarakat kalau memungkinkan," katanya.

"Sehingga kemudian ini berkontribusi bagi pembentukan pemerintah yang efektif bukan kemudian dia hadir di daerah menambah masalah yang lebih banyak misi politik ketimbang misi pemerintahan, misi pelayanan publik dsb yang tentu kita harapkan," ungkapnya.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz mengatakan penunjukan PJ kepala daerah selanjutnya harus memperhatikan prinsip demokrasi dan transparan.

"Masyarakat itu sebenarnya sudah merelakan kalau Pj kepala daerah itu selama 1-2 tahun itu dipilih Pj nya oleh pemerintah secara langsung padahal kita sudah masuk rezim Pilkada pasca-2005, nggak ada masalah lah karena ini mau mengatur keserentakan Pilkada, tapi jangan sampai kepercayaan masyarakat, kerelaan masyarakat yang hak pilihnya ditunda selama 1-2 tahun ini direnggut lagi dengan persoalan-persoalan lain seperti masyarakatnya tidak dilibatkan, transparansinya nggak ada, mekanismenya nggak jelas, jangan sampai masyarakat dilukai lagi dengan hal tersebut," kata Kahfi.

Sebelumnya, Ombudsman RI menemukan ada 3 poin maladministrasi terkait proses pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah. Ombudsman meminta Mendagri Tito Karnavian selaku terlapor di laporan tersebut menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman terkait proses pengangkatan Pj kepala daerah.

Ombudsman menemukan tiga poin maladministrasi dalam proses pengangkatan pj kepala daerah, yakni:

1. Maladministrasi dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan pelapor.

2. Maladministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah, misalnya penunjukan TNI aktif.

3. Maladministrasi dalam pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi sebagai momentum untuk penataan regulasi turunan.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...