• ,
  • - +
Ombudsman Temukan Pelapor Maladministrasi Bansos Diintimidasi Oknum Pemda
Kliping Berita • Kamis, 18/06/2020 •
 
Ilustrasi bantuan sosial. (Foto: Antara)

Jakarta, Beritasatu.com - Ombudsman RI (ORI) menemukan adanya perlakuan tidak menyenangkan mengarah intimidasi terhadap pelapor yang mengadukan terkait Bantuan Sosal (Bansos) kepada Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik tersebut. Melalui kantor perwakilannya di beberapa daerah, Ombudsman menemukan intimidasi itu dilakukan oleh oknum di pemerintah daerah.

Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai mengatakan intimidasi terhadap pelapor dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan bansos terungkap dari temuan Ombudsman Perwakilan Banten, Lampung dan Jawa Tengah. Dikatakan, di sejumlah daerah itu ditemukan adanya pelapor yang mengadukan soal Bansos, kemudian mendapatkan perlakuan tidak nyaman dari oknum dan mengakibatkan pelapor merasa terancam dan takut.

Meski demikian, Ombudsman mengimbau kepada masyarakat tidak takut untuk melapor jika menemukan dugaan maladministrasi pada pelaksanaan pelayanan publik, utamanya bagi masyarakat yang terdampak Covid-19. Hal ini lantaran pelapor dugaan maladministrasi dilindungi oleh Undang-Undang.

"Dalam UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI Pasal 24 ayat 2 menyebutkan, dalam keadaan tertentu nama dan identitas Pelapor dapat dirahasiakan. Sehingga masyarakat tidak perlu takut untuk melapor," kata Amzulian dalam konferensi pers melalui daring, Kamis (18/6/2020).

Amzulian mengatakan, atas sejumlah temuan tersebut, Ombudsman mengingatkan seluruh jajaran aparatur pemerintah terutama di tingkat desa/kelurahan tidak melakukan tindakan intimidatif kepada masyarakat yang melapor ke Ombudsman. Sebab, respon yang represif hanya menutupi permasalahan, namun tidak memperbaikinya.

"Ombudsman mengimbau kepada Pemerintah untuk dapat menertibkan aparat yang bertindak di luar batas norma dan peraturan yang berlaku, dalam memberikan layanan kepada masyarakat," tegas Amzulian.

Selain itu Ombudsman juga mengimbau agar pejabat pelayanan publik tidak memandang pengaduan sebagai hal yang negatif. Sebaliknya, pengadian merupakan bagian dari perbaikan pelayanan publik.

"Tantangan dalam penyaluran bantuan sosial masih bermunculan, perlu keseriusan evaluasi dan monitoring dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul," katanya.

Sejak dibukanya Posko Pengaduan pada 29 April 2020 hingga 16 Juni 2020, total jumlah laporan yang masuk ke Posko Pengaduan Ombudsman sebanyak 1.488 laporan.

Substansi yang paling banyak dilaporkan adalah terkait Bansos sebanyak 1.242 laporan (83,46%), ekonomi dan keuangan sebanyak 171 laporan (11,49%), transportasi 38 laporan (2,55%), pelayanan kesehatan 30 laporan (2,01%) dan keamanan 7 laporan (0,47%).

Sementara, berdasarkan instansi yang dilaporkan, Dinsos tercatat sebagai instansi yang paling banyak dilaporkan yakni sejumlah 1.238 pengaduan (83,2%), disusul Usaha Jasa Keuangan sebanyak 96 pengaduan (6,4%), sarana perhubungan sebanyak 37 pengaduan (2,5%), PLN sebanyak 28 aduan (1,9%) dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebanyak 23 aduan (1,5%).

"Sedangkan jumlah pengaduan berdasarkan sebaran provinsi tercatat 5 wilayah dengan pengaduan terbanyak, yaitu Banten sebanyak198 pengaduan (13,3%), Sumatera Barat sejumlah 143 pengaduan (9,6%), Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 137 pengaduan (9,2%), Jawa Tengah sebanyak 99 pengaduan (6,6%) dan Jawa Timur sebanyak 81 pengaduan (5,4%)," paparnya.

Selain pengaduan terkait Bansos, Ombudsman juga menerima pengaduan terkait penahanan paspor WNI yang baru pulang dari luar negeri, mahalnya tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Selain itu, Ombudsman juga menerima pengaduan mengenai kurang transparannya pihak rumah sakit dalam memberikan hasil PCR test serta kenaikan tagihan listrik.

Terkait penahanan paspor, Ombudsman menerima aduan dari pelapor yang keberatan dengan penahanan paspor usai pulang dari luar negeri. Pelapor yang merupakan WNI tersebut harus menjalani karantina di Balai Kesehatan Cilandak selama lima hari. Setelah mendapat hasil tes dan clearance, pelapor keberatan dengan mekanisme yang mengharuskan mengambil paspor di Wisma Atlet.

"Sehubungan dengan hal ini Ombudsman telah berkoordinasi dengan pihak Imigrasi agar dapat dilakukan perubahan terhadap kebijakan mekanisme pengambilan paspor yang ditahan," katanya.

Selain itu, Ombudsman menerima pengaduan terkait tingginya tarif Rapid Test dan Tes PCR (Swab) di beberapa provinsi, salah satunya di Provinsi Kalimantan Utara. Tingginya tarif tersebut menimbulkan dugaan pihak-pihak tertentu mengambil kesempatan atas aturan yang mewajibkan orang bepergian untuk melakukan tes terlebih dahulu.

"Masih terkait dengan tes PCR, Ombudsman juga menerima pengaduan terkait beberapa Rumah Sakit yang tidak transparan dan informatif terkait hasil tes PCR. Salah satunya di Provinsi Sulawesi Barat, pelapor mengadukan tentang lamanya waktu antara pengambilan sampel dengan keluarnya hasil tes yang mengakibatkan pasien meninggal dengan protokol Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19," katanya.

Amzulian menyatakan, pihaknya juga memperhatikan adanya pengaduan masyarakat terkait kecenderungan naiknya tagihan listrik PLN. Terdapat dugaan terjadi kesalahan dalam pencatatan yang dilakukan oleh petugas PLN pasca pelonggaran PSBB di beberapa wilayah.

"Sehubungan dengan hal ini, Ombudsman dalam waktu dekat akan meminta tanggapan PLN guna memperoleh penjelasan lebih lanjut," katanya.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...