• ,
  • - +
Penarikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Sesuai Putusan MA, Ombudsman: Rawan Malaadministrasi
Kliping Berita • Jum'at, 17/04/2020 •
 
Ilustrasi BPJS Kesehatan (Shutterstock),

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Ombudsman Republik Indonesia menilai, penarikan iuran BPJS Kesehatan yang nominalnya masih berdasarkan pada Pasal 34 Ayat (1) dan Ayat (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 rawan menimbulkan malaadministrasi.

Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan, potensi malaadministrasi timbul karena ketentuan tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung lewat putusan Nomor 7 P/HUM/2020.

"Penarikan iuran oleh BPJS Kesehatan dengan tetap menerapkan angka nominal yang mengacu pada ketentuan yang telah dibatalkan sebagaimana dijelaskan di atas berpotensi maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum (pungutan ilegal)," kata Alamsyah dalam siaran pers, Kamis (16/4/2020) malam.

Alamsyah menuturkan, Ombudsman mendapat laporan dari masyarakat terkait belum turunnya iuran BPJS Kesehatan semenjak putusan itu terbit.

Ombudsman telah mencermati dan menemukan bahwa pada penarikan iuran pada bulan April 2020, BPJS Kesehatan masih menerapkan nilai nominal iuran berdasarkan Pasal 34 Ayat (1) dan Ayat (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang sudah dibatalkan MA

Oleh karena itu, Ombudsman menyarankan Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Presiden pengganti Perpres Nomor 75 Tahun 2019 untuk mencegah terjadi kakacauan sistem JKN.

BPJS Kesehatan juga diminta kembali melakukan penagihan dengan nilai nominal sebagaimana dinyatakan pada Pasal 34 Ayat (1) dan Ayat (2) Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan sebelum Peraturan Presiden pengganti diterbitkan.

"BPJS Kesehatan tetap memberikan pelayanan dan tidak mengenakan sanksi administratif apabila ada peserta yang telah menolak membayar iuran BPJS dengan nilai nominal yang didasarkan atas ketentuan hukum yang tak lagi mengikat sampai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud," kata Alamsyah.

Sebelumnya, MA memutuskan mengabulkan sebagian uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, putusan itu dibacakan pada Februari lalu.

"Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Andi ketika dikonfirmasi, Senin (9/3/2020).

"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," kata Andi.

Sementara itu, dikutip dari dokumen putusan, MA menyatakan bahwa Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

"Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian putusan tersebut.

Pasal ini menjadi dasar pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...