• ,
  • - +
Pengawasan Napi Asimilasi Dinilai Minim, Ombudsman RI Minta Bapas Ciptakan Inovasi
Kliping Berita • Rabu, 29/04/2020 •
 
Ilustrasi sejumlah narapidana. (Foto ANTARAAswaddy Hamid) News

INDOZONE.ID - Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, meminta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang membawahi Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk melakukan inovasi terkait pengawasan narapidana asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran virus corona (Covid-19).

Kebijakan atau program kepada narapidana tersebut dipandang tidak dibarengi dengan dukungan anggaran dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni.

"Dari hasil kami rapat virtual kemarin (Selasa, 28 April 2020) bersama Kemenkum HAM diketahui terdapat kondisi dimana satu orang pembina kemasyarakatan harus mengawasi 40 orang klien (warga binaan) asimilasi dan integrasi. Sedangkan anggaran dan SDM tidak memadai, maka dari itu perlu adanya inovasi," kata Adrianus di Jakarta, Rabu (29/4/2020).

Adrianus menuturkan, hal yang kini dilakukan oleh Bapas adalah dengan membentuk grup whatsapp antara pembina kemasyarakatan dengan warga binaan asimilasi dan integrasi. Pada satu sisi ini merupakan pengawasan yang minimal, namun bisa menjadi salah satu solusi.

"Hal yang bisa dilakukan adalah dengan menggandeng pihak Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan agar dapat membantu," ujarnya.

Dia mendorong Kemenkum HAM untuk memberikan dukungan anggaran maupun penambahan SDM, agar Bapas dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Pada Selasa (28/4/2020) lalu, Ombudsman melakukan rapat virtual dengan Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Ditjen Pemasyarakatan bersama Bapas seluruh Indonesia.

Pertemuan virtual ini diikuti sekitar 300 peserta untuk membahas Pembimbingan dan Pengawasan Bapas terhadap narapidana yang mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.

"Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi Bapas terkait 38 ribu Warga Binaan Narapidana (WBP) yang memperoleh asimilasi dan integrasi sosial secara serentak," jelasnya.

Ia melanjutkan, selain keterbatasan anggaran dan SDM terdapat permasalahan kelembagaan, seperti terlihat di Bapas Pati yang mengelola enam kabupaten. Persoalan ini berbeda dengan instansi lain seperti kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan yang ada di setiap kota/kabupaten.

Apalagi, 38 ribu WBP yang keluar baru-baru ini cepat atau lambat akan keluar dari lapas sesuai masa pidana mereka. Bedanya, mengingat adanya masalah Covid-19, proses pengeluaran berlangsung serentak.

"Hal inilah yang menimbulkan kerepotan tersendiri mengingat proses assessment tidak bisa dilakukan terhadap semua klien. Terdapat juga WBP yang belakangan diketahui menyerahkan nomor HP yang ternyata salah, sehingga menjadikan pembina kemasyarakatan terpaksa mencari keberadaan mereka dengan bantuan kepolisian dan kejaksaan," pungkasnya.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...