• ,
  • - +
Sistem Zonasi dan Celah Pungutan Liar Usai Permendikbud Direvisi
Kliping Berita • Sabtu, 22/06/2019 •
 
Warga berunjuk rasa memprotes PPDB di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (19/6/2019). ANTARA FOTO/Didik Suhartono.

tirto.id - Presiden Joko Widodo mengakui pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi perlu dievaluasi karena bermasalah di lapangan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy merespons arahan Jokowi dengan merevisi Permendikbud No.51 Tahun 2018 tentang PPDB.

"Yang dimaksud Bapak Presiden, diminta untuk ditinjau bagian-bagian mana yang belum ada kesepakatan. Atau dalam tanda petik kontroversi," kata Muhadjir, di Kemendikbud, Jakarta, Jumat (21/6/2019).

Persoalan yang direvisi dalam Permendikbud No.51 Tahun 2018 tentang PPDB yakni kuota jalur prestasi. Muhadjir menuturkan, sebelumnya kuota untuk jalur ini hanya maksimal 5 persen yang diperuntukan bagi siswa berprestasi dari luar zonasi. Namun, setelah direvisi akan ditambah menjadi maksimal 15 persen.

Persoalan kuota pada jalur prestasi, kata Muhadjir, merupakan yang ramai diprotes masyarakat, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Rata-rata mereka khawatir dengan kuota yang demikian tidak cukup mengakomidir para siswa berprestasi untuk bersekolah yang dikehendaki.

"Untuk daerah-daerah yang sudah pas dengan kuota 5 persen, jalan terus. Tapi yang masih belum, sesuai dengan arahan Presiden supaya dilonggarkan itu. Maka kami naikan," kata Muhadjir menambahkan.

Secara teknis, ke depannya para siswa yang ingin mendaftar di suatu sekolah yang lokasinya berada di luar zona tempat tinggalnya, dapat memanfaatkan jalur prestasi tersebut dengan catatat siswa yang bersangkutan memiliki prestasi resmi secara akademik dan non-akademik.

Sementara untuk wilayah yang bermasalah dengan kuota jalur prestasinya bisa mengajukan penambahan kuota ke Dinas Pendidikan Provinsi masing-masing.

Namun, kata dia, untuk menjaga keproporsionalan kuota, penambahan kuota jalur prestasi secara otomatis akan mengurangi kuota pada jalur zonasi. "Harapan kami begitu," kata dia.

Ia mengaku, setelah melaksanakan rapat pimpinan pada Kamis (20/6/2019), hasil revisi Permendikbud sudah berjalan ke Kemenkumham pada malam itu juga, sehingga proses implementasinya bisa disegerakan.

Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Djoko Udjianto mengkritik perubahan kebijakan yang dilakukan Kemendikbud secara mendadak tersebut. Menurut dia, Kemendikbud harus realistis dalam menentukan presentase kuota dengan cara melihat fakta yang terjadi di lapangan.

"Bukan solusi menaikan presentase prestasi ini. Yang terpenting harus pas, menetapkan kebijakan sesuai kemampuan daerah-daerah," kata Djoko saat dihubungi reporter Tirto, Jumat kemarin.

Kendati demikian, Djoko mengatakan, sebenarnya sistem zonasi merupakan ide cemerlang, apabila kualitas pendidikan sudah merata, baik dari aspek tenaga pengajar dan sarana prasarananya. Namun, fakta di lapangan masih belum merata.

"Realita yang terjadi di lapangan kondisinya masih jauh. PPDB ini, tidak boleh dilakukan secara menyeluruh, harus selektif sesuai kesiapan tiap daerah," kata dia.

Sementara itu, pakar pendidikan Itje Chodidjah menilai, Kemendikbud terlalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan merevisi Permendikbud yang mengatur soal PPDB itu. Apalagi, hal itu dilakukan tanpa kajian terlebih dahulu.

"Buat saya terkesan reaktif. Dari 5 persen menjadi 15 persen itu," kata Itje.

Ketergesahan Kemendikbud, menurut Itje, juga tidak kuat lantaran mengambil keputusan berdasarkan reaksi masyarakat dan tidak mempertimbangkan berdasarkan bukti.

"Merevisi peraturan, kok, berbasis reaksi masyarakat," kata dia.

Sebaliknya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PPP, Reni Marlinawati justru mengapresiasi upaya Kemendikbud yang sigap dalam merespons persoalan di lapangan. "Bagus, Kemendikbud cepat tanggap," kata dia.

Reni juga menilai pemberlakuan sistem zonasi sebetulnya baik, karena hal tersebut bersifat tidak diskriminasi. Artinya, kata dia, siapapun dengan latar belakangan ekonomi atau tingkat kecerdasan beragam, memiliki kesempatan bersekolah di sekolah negeri.

Namun, dengan adanya penambahan kuota pada jalur prestasi sebanyak maksimal 15 persen, ia mengimbau agar Kemendikbud waspada terhadap segala bentuk kecurangan yang akan terjadi, semisal pungutan liar atau jual beli bangku.

"Pengawasannya harus ketat, agar pungli tidak terjadi," kata dia.

Hal senada diungkapkan Komisioner Ombudsman RI (ORI), Ahmad Suaedy. Ia mengingatkan agar Kemendikbud waspada akan celah terjadinya pungutan liar dalam jalur prestasi tersebut.

"Masalahnya untuk menentukan siapa prestasi, siapa yang tidak. Serta urut-urutan mana yang diberi peluang dan tidak," kata Suaedy.

Akan tetapi, kata Suaedy, Ombudsman RI hingga saat ini belum menerima laporan terkait indikasi pungli pada proses PPDB.

"Tetapi kalau pemerintah konsisten, maka harus diawasi betul. Jika ada ketidakpuasan maka bisa lapor ke Ombudsman, yang mungkin bisa membantu," kata dia.

Terkait kekhawatiran ini, Mendikbud Muhadjir Effendy meyakini penerapatan PPDB berbasis zonasi akan menangkal kesempatan-kesempatan curang seperti jual beli bangku atau pejabat-pejabat yang meminta hak istimewa agar anaknya dispesialkan.

"Saya belum lihat ada berita [pungli] itu, kecuali gosip saja," kata Muhadjir.

Untuk mengantisipasi hal itu, Muhadjir mengatakan institusinya sudah kerja sama dengan lintas instansi seperti KPK, Cyber Pungli Polri, dan Ombudsman RI.

"Saya harap semua bisa memperkecil peluang-peluang pungli. Percayalah, siapapun yang lakukan kecurangan, cepat atau lambat akan terkuat. Jangan main-main dengan kebijakan zonasi ini," kata dia. 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...