• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Evaluasi Ombudsman soal PPKM Darurat: Mobilitas Warga hingga Bansos Kurang
PERWAKILAN: DKI JAKARTA • Jum'at, 23/07/2021 •
 
Pendistribusian BST

TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman perwakilan Jakarta Raya menyampaikan enam poin evaluasi kebijakan PPKM Darurat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho mengatakan evaluasi Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tersebut disusun berdasarkan pemeriksaan atas prakarsa sendiri.

Data dan informasi itu diperoleh lewat pemantauan langsung, laporan dan konsultasi masyarakat, serta permintaan keterangan ke instansi terkait. Ombudsman juga melakukan pemantauan aplikasi fasilitas kesehatan untuk pasien kritis Covid-19 dan non-Covid-19.

"Konsultasi non laporan dari para pekerja esensial dan kritikal, warga yang menjadi pemantau pelaksanaan PPKM di tingkat lingkungan terdekat, serta kajian regulasi dan analisis media," ujar Teguh dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 23 Juli 2021.

Berikut 6 poin evaluasi Ombudsman tentang PPKM Darurat:    

1. Penapisan atau skrining mobilitas warga di wilayah aglomerasi Jabodetabek

Ombudsman mengapresiasi seluruh pemimpin daerah di wilayah tersebut serta Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya serta Polda Jawa Barat dalam membatasi mobilitas warga melalui penyekatan. Pengendalian ini dianggap cukup berhasil menekan mobilitas warga. Ombudsman juga mengapresiasi inovasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) DKI yang sudah menerbitkan lebih dari 1,2 juta Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP).

2. Layanan fasilitas kesehatan bagi pasien Covid-19 yang berstatus kritis

Ombudsman prihatin dengan tingginya kematian dalam gelombang kedua Covid-19. "Pemerintah pusat seharusnya memandang pelayanan fasilitas kesehatan bagi pasien kritis baik Covid-19 maupun non-Covid-19 di Jabodetabek dalam perspektif kawasan aglomerasi sebagaimana penapisan mobilitas penduduk," tutur dia.

3. Program vaksinasi Covid-19

Pemerintah pusat belum memandang pentingnya kesetaraan layanan program vaksinasi antara Jakarta dan penyangga sebagai sebuah kawasan aglomerasi. Ketersediaan vaksin di Ibu Kota sangat melimpah dan warga dapat dengan mudah mendapatkannya. Berbeda dengan kondisi di wilayah penyangga, di mana vaksinasi Covid-19 masih diutamakan untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau kolaborasi dengan TNI maupun Polri dengan jumlah yang terbatas.

"Warga penyangga tidak memiliki kemewahan untuk memperoleh vaksinasi jika tidak ada event yang dilaksanakan atau go show ke faskes-faskes terdekat untuk mendapatkan vaksin," ujar Teguh.

4. Pengawasan mobilitas warga di tingkat komunitas

Pembatasan baru berhasil secara efektif di jalan utama, ke dan dari daerah penyangga, juga di wilayah perkantoran. Pengawasan mobilitas di tingkat bawah, seperti RT dan RW, permukiman penduduk, serta kawasan industri belum efektif.

Aplikasi JAKI yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta belum memberikan jaminan perlindungan bagi warga yang melaporkan pelanggaran PPKM Darurat yang terjadi di komunitas mereka. Personel pengawasan yang minim juga mempersulit pengawasan mobilitas warga di tingkat komunitas.

"Para petugas yang melakukan pengawasan dan penindakan justru malah membuka informasi pelapor kepada terlapor sehingga berpotensi menyebabkan munculnya konflik horizontal antar warga," ucap Teguh.

5. Pelaksanaan testing, tracing, dan treatment

Ombudsman menilai turunnya jumlah kasus harian di Jakarta belum dapat dijadikan indikator angka sebenarnya. Menurut Teguh, penurunan itu diakibatkan oleh turunnya pula upaya tracing atau pelacakan oleh pemerintah daerah.

"Salah satu penyebab turunnya angka suspect Covid-19 di Jakarta dalam pantauan Ombudsman adalah kelelahan para nakes dan belum terintegrasinya data warga yang melakukan tracing mandiri dengan data yang difasilitasi pemerintah," kata Teguh.

Terjadi penundaan waktu tracing antara Jakarta dengan wilayah penyangga akibat kelelahan serta banyaknya tenaga kesehatan yang juga terpapar Covid-19.

6. Kompensasi dan mitigasi dampak ekonomi pada PPKM Darurat bagi masyarakat rentan

Kebutuhan para pekerja harian menjadi salah satu alasan sulitnya menekan laju mobilitas warga. Seketat apapun penapisan bahkan lockdown sekalipun tidak akan berhasil mengurangi angka mobilitas jika kebutuhan ekonomi warga tidak terpenuhi.

Ombudsman mengapresiasi Dinas Sosial DKI Jakarta dan Kemensos yang telah mencairkan bantuan sosial tunai (bansos tunai) sebagai kompensasi bagi hampir 2,5 juta warga terdampak PPKM di wilayah Jabodebek. Namun, kata dia, BST sebesar Rp 600 ribu per kepala keluarga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan untuk satu keluarga.

"Untuk memenuhi kebutuhan standar agar warga sama sekali tidak melakukan mobilitas berkisar di Rp 2 juta-Rp 2,5 juta baik dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk kompensasi lain selama PPKM Darurat," ujar Teguh.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...