• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Hasil Penilaian Kepatuhan Menurun, SKPD di Malut Koordinasi dengan Ombudsman
PERWAKILAN: MALUKU UTARA • Selasa, 01/03/2022 •
 
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku Utara, Sofyan Ali. (Foto : Dok. Ombudsman)

TERNATE - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku Utara (Malut) sampai bulan Februari tahun 2022 telah menyerahkan beberapa hasil penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik tahun 2021 kepada instansi Kepolisian, Kantor Pertanahan, maupun Pemerintah Daerah. Dengan hasil penilaian yang beragam ternyata ada beberapa instansi yang setelah dilakukan penyerahan, secara khusus meminta penjelasan kepada Ombudsman Malut mengenai hasil yang diperolehnya itu.

Diantaranya adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Ternate serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Provinsi Maluku Utara. Untuk itu Kepala Disdukcapil Ternate dan Kepala PTSP Provinsi Malut beserta jajarannya menyambangi kantor Ombudsman Malut masing-masing pada tanggal 16  dan 25 Februari 2022.

Mereka mempertanyakan bagaimana sistem penilaian yang digunakan oleh Ombudsman dalam menilai tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik tahun itu. Misalnya PTSP Maluku Utara yang menyanggah penilaian dari Ombudsman terhadap komponen standar layanan. Kepala PTSP Malut, Bambang Hermawan mengaku bahwa instansinya telah memiliki Prosedur Layanan, Jangka Waktu, dan Biaya yang diatur oleh Pusat. Bahkan itu sudah tersistem secara otomatis di aplikasi OSS di bawah Kementerian BKPM. Akan tetapi dalam penilaian disebutkan bahwa standar layanan itu tidak ada.

Demikian pula yang dipertanyakan oleh Dinas Dukcapil Kota Ternate. Mereka merasa telah mempunyai standar layanan yang dimaksud, akan tetapi pada penilaian itu hasilnya belum maksimal. Seperti diketahui bahwa pada penilaian tahun 2021 kemarin, PTSP Provinsi Malut dan Disdukcapil Kota Ternate masuk ke dalam predikat kepatuhan sedang (zona kuning). Hasil ini turun jika dibandingkan dengan penilaian dua tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2019 dimana keduanya mendapatkan predikat kepatuhan tinggi (zona hijau) terhadap pemenuhan standar pelayanan publik.

Kepala Ombudsman RI Maluku Utara, Sofyan Ali pun menjelaskan perihal kenapa angka itu bisa turun. "Pertama, ada beberapa perubahan sistem penilaian yang digunakan oleh Ombudsman dalam rangka penilaian kepatuhan tahun itu. Misalnya mulai diadakannya penilaian standar layanan dalam bentuk elektronik. Dimana itu mempunyai skor nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar layanan yang dinilai secara manual. Sementara di Provinsi Maluku Utara sendiri masih banyak yang belum memenuhi kriteria penilaian elektronik sehingga dalam pelaksanaannya masih menggunakan penilaian secara manual. Nah, ini yang membuat nilai yang didapatkan oleh sebagian instansi di Maluku Utara, utamanya OPD Pemerintah Daerah mendapat nilai yang kurang maksimal," paparnya.

"Yang kedua, biasanya penyelenggara layanan memang sudah mempunyai standar layanan seperti Alur/Mekanisme, kemudian Jangka Waktu Penyelesaian, maupun Tarif atau Biaya. Namun itu tidak dipublikasikan secara luas kepada masyarakat. Baik publikasi dalam bentuk elektronik berupa web dengan domain .go.id maupun secara manual seperti banner atau ketampakan fisik lain di ruang pelayanan. Sehingga itu tidak kami akomodir," ujarnya.

Selain komponen standar layanan, beberapa variabel penilaian lain seperti pengelolaan pengaduan dan pelayanan khusus juga disanggah oleh PTSP Maluku Utara. Bambang Hermawan yakin instansinya telah memiliki SK Pengaduan. Bahkan PTSP telah memiliki satu bidang di internalnya khusus untuk mengelola pengaduan masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan. Akan tetapi pada penilaian tahun 2021 ternyata itu juga belum diakomodir.

Setelah ditelusuri secara seksama, ternyata memang ada masalah pada saat penilaian itu berlangsung di lapangan. Misalnya petugas penyelenggara layanan yang diberi kewenangan untuk mendampingi enumerator (penilai) pada saat keadaan tersebut tidak tahu menahu tentang SK yang dimaksud. Padahal secara prosedur, enumerator itu sudah menanyakan perihal adanya SK pengelola pengaduan. Sedangkan untuk pelayanan khusus, Sofyan menjelaskan alasannya bahwa Ombudsman hanya mengakomodir salah satu dari ketersediaan sarana pelayanan khusus sehingga jika ada sarana lain maka tidak dinilai seluruhnya, melainkan hanya satu saja.(AND)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...