• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Investigasi Ombudsman Sudutkan Fifian
PERWAKILAN: MALUKU UTARA • Jum'at, 03/09/2021 •
 
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku Utara, Sofyan Ali (Foto: Dok. Ombudsman)

TERNATE - Setelah melakukan investigasi dan kajian selama hampir dua bulan, Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Maluku Utara (Malut), akhirnya mengeluarkan hasil investigasi terkait kebijakan mutasi 57 pejabat eselon II hingga IV yang dilakukan Bupati Kepulauan Sula (Kepsul) Fifian Adeningsih Mus, Juni lalu, pasca dua hari dia dilantik. Hasil investigasi ini membuat posisi kepala daerah perempuan pertama di Malut itu kian tersudut.

Kepala Ombudsman Malut, Sofyan Ali mengatakan, Bupati Kepsul telah melakukan pelanggaran terhadap regulasi, baik Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah beserta turunannya maupun UU No. 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur perihal mutasi atau pergantian pejabat di lingkup daerah.

Apalagi, yang dilakukan Bupati Kepsul berdasarkan penilaian publik merupakan tindakan yang tergesa-gesa. Di mana sehari setelah berkantor langsung melakukan mutasi pejabat secara besar-besaran tanpa melalui evaluasi atau langkah-langkah yang diatur dalam regulasi. "Hal inilah yang menjadi catatan dari Ombudsman. Sehingga, melalui investigasi, klarifikasi, dan kajian terhadap regulasi terkait, Ombudsman Malut menemukan dua bentuk maladministrasi yang telah dilakukan Bupati, yaitu melakukan penyimpangan prosedur atas pemberhentian maupun pengangkatan pejabat dan menindaklanjuti keluhan atau keberatan yang disampaikan masyarakat sebagai pelapor," terang Sofyan kepada Malut Post, Kamis (2/9).

Sofyan menyatakan, berdasarkan temuan tersebut, maka Ombudsman Malut menyampaikan rekomendasi ke Bupati untuk melakukan dua tindakan korektif. Pertama, Bupati harus membatalkan SK mutasi dan mengembalikan 18 pejabat yang diberhentikan ke posisi semula, diantaranya Sekretaris Daerah (Sekda), Inspektorat, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan 15 kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Kepsul lainnya.

Menurutnya, dari 57 pejabat yang dimutasi, Ombudsman hanya meminta 18 pejabat dikembali-kan ke posisi semula, bukan tanpa alasan. Sebab, dalam laporan yang disampaikan masyarakat hanya 18 pejabat yang diminta untuk dikembalikan ke posisinya. Sementara poin kedua, yakni berkaitan dengan keberatan pelapor yang tidak ditanggapi Bupati.

"Jadi, masyarakat menyampaikan keberatan mengenai SK mutasi kepada Bupati, tetapi sama sekali tidak ditanggapi. Melalui dua hal itu, kita meminta ke Bupati untuk segera menindaklanjuti rekomendasi tersebut dalam kurun waktu 30 hari sejak Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) disampaikan. Hasil investigasi ini juga sudah kami serahkan ke Bupati," ujarnya.

Dia menambahkan, pada dasarnya Bupati memiliki kewenangan atau hak prerogative untuk melakukan pergantian pejabat tinggi pratama di wilayahnya. Namun, kewenangan itu harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebab, cara Bupati Kepsul dalam memberhentikan pejabatnya termasuk kategori penyalahgunaan kewenangan. Hal ini dalam UU pelayanan publik merupakan tindakan pelanggaran mal-administratif. "Sehingga, sepatutnya menjadi perhatian bagi sembilan kabupaten/kota lainnya. Agar tidak sesuka hati menggunakan kewenangan sebagai kepala daerah. Karena ada batas-batas regulasi yang memang tidak dapat dilanggar," tambahnya.

Dalam poin rekomendasi tersebut, Ombudsman juga meminta kepada Bupati Fifian agar ke depan dalam proses pergantian atau mutasi harus didahului dengan evaluasi terhadap pejabat bersangkutan. "Sehingga, itu bisa dijadikan sebagai dasar untuk pergantian pejabat secara legal," tutupnya.(mg-01/rul)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...