• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Jika PSBB Gagal, Lockdown Pilihan Terakhir, Ini Catatan Ombudsman!
PERWAKILAN: KALIMANTAN SELATAN • Kamis, 09/04/2020 •
 
foto by RRI

SAAT ini, baru DKI Jakarta yang menerapkan PSBB terhitung efektif pada 10 April 2020, hingga 14 hari ke depan. Bgaimana dengan daerah lain, termasuk Kalimantan Selatan, apakah negara atau daerah akan mampu? Sebab, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan.

Agar tidak menimbulkan kepanikan, apa yang harus dilakukan walau sekadar mampu bertahan? Sejumlah inisiatif sudah dilakukan, mulai soal maraknya produksi masker kain, hingga program Acil Asmah, Ayo Cil Antarakan Sampai Ka Rumah. Cukupkah itu?

Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, Ita Wijayanti mengakui banyak daerah yang belum mengajukan PSBB, termasuk Kalsel.

"Jangankan PSBB, social distancing dan kemudian physical distancing saja, kita sudah mengalami penurunan yang sangat signifikan. Ketika semua pekerja dirumahkan, sekolah dan kampus libur, toko dan mall tutup dan semua tidak beraktivitas, maka berdampak bagi semua orang, terutama bagi pelaku ekonomi," papar Ita Wijayanti dalam telewicara Palindangan Norhalis yang diasuh Kepala Ombudsman Perwakilan Kalsel Noorhalis Majid di RRI Banjarmasin, Kamis (9/4/2020).

Ita menyarankan dalam pemberlakuan PSBB, maka pemerintah harus bertindak cepat mempersiapkan dan mengatasi segala sesuatunya menyangkut  kebijakan itu.

"Tentu, pemerintah harus konsisten, sehingga pemberlakuan PSBB efektif menghentikan penyebaran virus Corona. Kemudian, kebijakan itu juga harus dilakukan secara sistematis, sehingga memperhatikan hal-hal yang lebih detail agar tidak menimbulkan masalah," ucap Ita.

Menurut dia, saran Ombudsman memang multiaspek baik menyangkut kesiapan sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan, hingga soal dana yang dimiliki pemerintah agar membantu warganya yang tidak dapat bekerja dan tidak memiliki biaya hidup sedikitpun untuk bertahan di rumah.

"Begitu juga menyangkut kesiapan rumah sakit. Ombudsman sudah melihat langsung 132 rumah sakit rujukan civid di seluruh Indonesia, tidak semuanya siap. Bahkan, rata-rata SDM dan fasilitasnya masih sangat terbatas," beber Ita.

Utamanya, papar dia, masyarakat harus patuh, ketika PSBB diterapkan. Sebab, percuma saja kebijakan itu dilaksanakan, jika masyarakat tidak patuh.

"Kalau PSBB tidak berhasil, tahap berikutnya harus lockdown atau karantina wilayah. Pada tahap ini, pemerintah benar-benar harus siap menanggung biaya hidup warganya agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar," tutur Ita.

Ia menduga pemerintah tidak punya kemampuan kalau semua wilayah harus PSBB, apalagi sampai karantina wilayah. "Tidak ada dana untuk menanggung seluruhnya. Dampak physical distancing saja, masyarakat menengah ke bawah banyak yang sudah menjadi miskin," ucapnya.

Karena, masih menurut Ita, usaha pelaku usaha menengah ke bawah seketika mati, atau menjadi tidak bekerja lagi karena perusahaan memulangkan karyawannya.

"Betul sudah ada bantuan pemerintah yang sedang dan akan dikucurkan, tapi kita juga ragu, apakah tepat sasaran? Belajar dari bantuan sosial sebelumnya, banyak yang tidak tepat sasaran," ucap Ita.

Ia menyebut seperti di Jakarta misalnya, mereka banyak memiliki warga pendatang yang ber KTP luar Jakarta. Padahal tinggal di Jakarta, maka ketika bantuan disalurkan berdasarkan KTP, tentu banyak yang tidak dapat.

Ita membeberkan ada tiga hal yang mengalami dampak besar, yaitu terjadi perubahan sosial, kesehatan dan ekonomi. Menurut dia, karena dampaknya sangat besar, merugikan semua, maka disarankan agar semua elemen masyarakat patuh pada protokol yang sudah dibuat pemerintah.

"Selama ini masih sangat banyak yang tidak patuh. Kalau seperti ini, maka wabah tidak bisa dicegah dan ketika semakin parah bisa jadi Kalsel juga akan PSBB, dan tidak menutup kemungkinan karantina wilayah. Semoga itu tidak terjadi," harap Ita.

Asisten Ombudsman Kalsel ini juga mengutarakan Dinas Sosial yang Sosial yang mengurusi bantuan sosial sering dikeluhkan masyarakat hingga mengadu ke Ombudsman.

"Ya, bantuan yang disalurkan  dianggap tidak tepat sasaran. Sebaliknya, masyarakat yang menerima namun sebenarnya  tahu bahwa semestinya tidak pantas menerima, tidak pernah mau menolak atau berterus terang, menyampaikan bahwa dia tidak pantas dapat. Kalau penyalurannya tepat, tentu akan sangat membantu. Tapi kita semua ragu hal tersebut tepat sasaran," papar Ita.

Ia pun mendesak pemerintah hendaknya transparan dalam soal bantuan, agar diketahui berapa besar dan kemana disalurkan.

"Memang mesti ada ketegasan, kalau perlu pemberlakuan sanksi bagi yang tidak mematuhi. Soal klasifikasi zona merah, saya juga setuju, sehingga tidak menyamakan semua wilayah adalah merah, karena menimbulkan kepanikan warga," imbuhnya.

Diakui Ita, semua ini memang sangat dilematik. Bila tidak ditetapkan akan bertambah parah penularannya, namun saat ditetapkan pembatasan, kita semua tidak siap, termasuk pemerintah. B

"Begitu juga dalam soal pendidikan, betul tidak semua anak sekolah di dekat rumahnya. Pesantren adanya di luar wilayah, ketika tidak boleh pulang, apakah pesantren mampu menjamin keamanan santrinya, itu yang dikeluhkan kepada Ombudsman," ungkapnya.

Menurut Ita, Jakarta telah disetujui PSBB, tapi arus mudik nantinya bagaimana? Apakah bisa dicegah. Begitu juga dengan kepulangan TKI dari Malaysia, tentu satu persoalan sendiri yang tidak sederhana.

"Kalau mau lockdown, maka semuanya harus siap, karena semuanya benar-benar ditutup.  Harapan saya, pemerintah bisa cepat dalam bertindak dan selalu tanggap dengan segala perkembangan yang terjadi," pesan Ita.

Ia pun berharap rumah sakit bukanlah garda terdepan, mereka merupakan benteng pertahanan terakhir dalam melawan virus Corona.

"Sebenarnya, garda terdepan adalah kita semua sebagai warga masyarakat. karena itu, harus sadar mematuhi protokol yang sudah dibuat pemerintah," tandasnya.(jejakrekam)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...