Masyarakat Jangan Ragu Lapor ke Ombudsman

PROKAL.CO, BALIKPAPAN - Selain mendominasinya laporan kekerasan anak dan perempuan, Ombudsman RI juga banyak menerima keluhan mengenai malaadministrasi pada pekerja imigrasi, BPJS, tambang, maupun kurangnya informasi terkait hak dan kewajiban yang didapatkan warga binaan di lapas.
Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menyebutkan, yang sangat rentan, yaitu penyalahgunaan wewenang hingga korupsi. "Di Kaltim sendiri ada 25 ribu kasus tambang yang dilaporkan ke Ombudsman," ujar Ninik, saat bertandang ke Gedung Biru Kaltim Post, Kamis (22/2) lalu.
Perempuan berkacamata tersebut menegaskan, tahun ini Ombudsman RI tidak hanya menyoroti soal pengiriman TKI/TKW tapi juga proses pemulangan. Ninik yang pernah menjadi peneliti, trainer, dan fasilitator untuk isu-isu perempuan (1992-2006) menuturkan, pada kasus pekerja imigran, terutama mereka yang telah meninggal ditemukan banyak kejanggalan.
Tidak hanya pihak keluarga, para saksi juga merasakan adanya ketidakberesan dalam pengiriman jenazah imigran. Sebab, dalam beberapa kasus, kondisi jenazah tidak utuh. Organ dalam hilang, diduga telah diperjualbelikan. Ia pun masih memantau dua kasus terbaru yang menimpa TKW asal NTT. Sebab, jenazah belum dikembalikan hingga sekarang. Mereka meninggal akibat penyiksaan dan seorang lagi dikarenakan penyiraman air keras.
"Kebanyakan imigran asal NTB, NTT, Jawa Barat, Riau, Batam, dan Pontianak. Mulai anak-anak, remaja, bahkan sampai pasangan suami-istri. Mereka banyak mengalami kekerasan di Hong Kong, Taiwan, Malaysia, dan Arab Saudi," sebut Ninik.
Ia menambahkan, Ombudsman juga menyoroti laporan terkait kehidupan para narapidana di lapas seluruh Indonesia. Karena tidak semua narapidana mengetahui hak dan kewajiban mereka selama berada di lapas. Mulai dari makan, masa tahanan, pengajuan justice collaborator (JC), hingga informasi eksekusi.
Untuk JC, Ninik mengatakan, tidak seluruh napi mengetahui hal tersebut. JC sendiri merupakan pemberian remisi bagi napi narkotika, korupsi, pelanggaran HAM berat, serta kejahatan transnasional lain. Mereka yang mengajukan JC, harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar tindak pidana yang dilakukannya. Beberapa dari pelapor mengungkapkan kesulitan memenuhi persyaratan yang cukup berbelit, bahkan disinyalir adanya permainan pungli.
"Mereka tidak sepenuhnya mengetahui hak dan kewajiban, karena tidak ada informasi awal yang diberikan, ketika mereka masuk penjara. Di tempat lain, saya juga mendapatkan laporan dari napi yang mengatakan, ada pungli bagi mereka yang ingin mengajukan JC, mulai Rp 1 juta bahkan sampai Rp 350 juta," bebernya.
Ombudsman juga tengah melakukan sidak terkait BPJS. Mulai laporan soal pembayaran serta pembatasan rawat inap.
KALTIM MASIH RENDAH
Jumlah laporan terhadap layanan publik terus meningkat. Ombudsman RI, seperti yang disampaikan Ninik, pada 2015 ada 5.600 laporan yang diterima, 2016 sekitar 7.000 lebih laporan, pada 2017 hampir mencapai 9.000 laporan, sedangkan awal tahun 2018 hampir 300 laporan telah masuk ke Ombudsman RI, termasuk Kaltim.
Tertinggi laporan terjadi di DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sedangkan untuk Kaltim masih begitu minim. Kesadaran rendahnya pelaporan, kata Ninik bisa jadi akses ke masyarakat yang belum sampai, masyarakat belum mengenal Ombudsman ataupun masyarakat yang abai atau keengganan untuk melapor.
"2017 target penyelesaian masalah aduan pelayanan publik 90 persen, namun baru 87 persen yang dapat ditindaklanjuti, karena Ombudsman masih kekurangan SDM," sebutnya.
Dari itu mantan anggota Komnas Perempuan ini mengajak seluruh Sahabat Ombudsman, termasuk media turut serta membantu Ombudsman, konektivitas sekaligus upaya memperpanjang jangkauan ke daerah yang belum disentuh oleh Ombudsman. "Pada 2003, kami membentuk Sahabat Ombudsman, yang menjadi kepanjangan tangan dan menjembatani masyarakat sipil. Saat ini, Sahabat Ombudsman sudah terbentuk di 30 kota di Indonesia," ujarnya.
Upaya lain, yakni membentuk komunitas hingga unit-unit masyarakat. Sehingga, masyarakat sendiri harus punya inisiatif. Termasuk pendekatan dan kerja sama dengan media. Karena informasi yang didapatkan, tidak hanya bersumber dari masyarakat tapi juga media.
"Jumlah laporan memang belum sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Memang tidak mudah, mengingat masih minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian yang terkait pelayanan publik tersebut kepada Ombudsman," tutur perempuan yang pernah menjadi ketua Yayasan Layanan dan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (2004-2006). (*/lil/one/k15)