• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Akan Telusuri Ketidakhadiran Kejati
PERWAKILAN: PAPUA BARAT • Selasa, 02/03/2021 •
 
Kepala Perwakilan Ombudsman Papua Barat, Musa Sombuk Bersama Wakil Ketua KPK Alex Marwata dan Tim

Manokwari, PB News - Kepala Perwakilan Ombudsman Papua Barat Musa Sombuk menegaskan, pihaknya akan menelusuri perihal ketidakhadiran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat dalam persidangan pra peradilan terkait ditetapkannya Muchamad Nur Umlati sebagai tersangka kasus pengadaan Septic Tank Individual Raja Ampat.

"Kami Ombudsman akan menelusuri ketidakhadiran Kejati Papua Barat padahal sudah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali. Status tersangka dibatalkan karena ketidakhadiran mereka (Kejati)," kata Sombuk saat ditemui Papua Barat News, Senin (1/3/2021).

Sombuk menjelaskan bahwa Kejaksaan harusnya bertanggungjawab terhadap seseorang yang mereka tetapkan sebagai tersangka walaupun seseorang itu mengajukan pra peradilan. Sebab pra peradilan adalah hak setiap warga negara termasuk mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas sebuah kasus.

"Bagaimana menetapkan tersangka tetapi tidak bertanggung jawab. Pra peradilan itu hak untuk membela dirinya. Dan Kejaksaan harus mempertahankan apa yang sudah mereka putuskan tindakan hukum yang mereka ambil kalau tidak maka harus ada penjelasan," kata Sombuk.

Untuk itu, sombuk mengungkapkan bahwa selain akan menelusuri ketidakhadiran Jaksa, pihaknya akan menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ditemukan adanya pelanggaran ataupun ketidaksengajaan tidak menghadiri persidangan yang mengakibatkan status tersangka Muchamad Nur Umlati dibatalkan demi hukum.

Apalagi kasus pengadaan Septic Tank Individual itu sudah lama dan penanganannya selalu terbentur pada pra peradilan. Ironisnya, kali ini terduga bebas karena hal yang patutnya dijelaskan kepada publik.

"Kita sudah ada koordinasi langsung dengan KPK, bahkan KPK meminta untuk memonitor pelanggaran administrasi yang berindikasi korupsi," ujar Sombuk.

"Maka itu kita akan telusuri mengapa sampai Kejaksaan tidak menghadiri persidangan. Mereka harus menjelaskan itu. Jangan main main dengan kasus," katanya lagi.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alex Marwata memastikan bahwa KPK akan mengambil alih penanganan kasus kasus tindak pidana korupsi di Papua Barat yang penanganannya terhambat, berlarut larut, bahkan mandek.

"Penanganan Korupsi di Papua Barat yang tidak jelas kelanjutannya akan kita supervise dan bahkan penanganannya akan kita ambil alih karena Undang-Undang KPK memungkinkan itu. Perkara apa saja itu sudah kita koordinasikan dengan Ombudsman Papua Barat," kata Marwata.

Marwata menjelaskan penanganan kasus kasus korupsi dapat diambil alih sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Bahkan Peraturan Presiden Nomor 102 tahun 2020 tentang supervisi, mempertegas kewenangan itu.

Pasal 9 ayat 1 dalam Perpres tersebut menegaskan bahwa KPK mempunyai kewenangan untuk mengambil alih perkara yang sedang ditangani oleh Kepolisan dan Kejaksaan Agung. Pengambil alihan kasus oleh KPK dilakukan melalui koordinasi dengan penyidik atau penuntut umum yang menangani perkara.

Selain itu, Marwata menerangkan bahwa sejumlah kasus korupsi yang dapat diambil alih ialah perkara yang mendapat intervensi dari pihak luar saat berada dalam penanganan Kejaksaan dan Kepolisian maupun perkara korupsi yang saat dalam penanganannya juga menimbulkan korupsi seperti gratifikasi dan/atau suap untuk menghentikan penanganan.

"Jadi ketika penanganan kasus yang ditangani Kejaksaan atau Kepolisian itu berlarut-larut, dapat kita lakukan supervisi atau kita ambil alih penanganannya," ujar Marwata.

"Alasan berlarut-larut itu cuma dua, pertama intervensi pihak luar atau aparat menerima sesuatu sehingga perkaranya terhenti atau mandek. Nah itu bisa kita ambil alih," katanya lagi.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...