Ombudsman Antisipasi Kecurangan PPDB
PROKAL.CO, TARAKAN - Meski pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 ini sudah berakhir, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) tetap mengawasi, mengantisipasi adanya kecurangan.
Kepala ORI Perwakilan Kaltara Ibramsyah Amirudin mengatakan, sejauh ini pihaknya belum mendapati atau menerima laporan adanya kecurangan pelaksanaan PPDB. Termasuk praktik jual beli atau titipan kursi PPDB. Kendati demikian, pihaknya pun tetap melakukan pengawasan hingga proses pembelajaran.
"Kami belum dapat informasi jual beli kursi. Tapi kami tetap mengawasi. Kalaupun ada temuan, kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut," terangnya kepada Radar Tarakan, Senin (1/7).
Kecurangan ini tergantung dari laporan masyarakat. Dalam hal ini pun ia meminta agar masyarakat yang menemukan kecurangan dalam pelaksanaan PPDB ini segera melaporkan. Baik kepada panitia, dinas pendidikan maupun ombudsman.
"Kalaupun ada laporan masyarakat, kami panggil yang terkait. Termasuk panitia, orang tua, sekolah dan siapa yang komplain. Siapa pun yang bermain, kami awasi. Kalau ada yang bermain kan oknumnya, bukan nama sekolah. Jadi oknumnya yang perlu dibina," tegasnya.
Namun berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, ia mengaku belum pernah menerima laporan terkait kecurangan dalam penerimaan siswa baru. Apalagi sistem penerimaan siswa tahun ini, berbeda dari tahun sebelumnya.
"Dulu kan pakai prestasi dan nilai, tapi sekarang pakai zonasi. Setahu kami tidak ada laporan itu (kecurangan). Secara teknis, kalau ada titipan pasti ketahuan. Pertama ada dapodik (data pokok pendidikan), kedua kalau tiba-tiba masuk pasti murid lainnya tahu," bebernya.
Sejauh ini laporan yang ia terima masih seputaran sistem zonasi dan penerimaan. Mengingat sistem zonasi ini baru berlaku di tahun ini, pihaknya pun perlu mengkaji dan evaluasi terlebih dahulu. "Ada laporan tentang zonasi dan yang berkaitan dengan sistem penerimaan. Makanya kami mau pelajari dulu. Apa yang dilaporkan masyarakat tetap kami tindak lanjut, apakah sesuai dengan di lapangan," katanya.
Apalagi sistem zonasi ini bertujuan untuk pemerataan pendidikan. Yang mana tidak ada lagi anggapan sekolah favorit dan perbedaan status sosial. "Sekarang anak petani, anak nelayan boleh masuk sekolah di mana zonasinya. Dan saya yakin dengan zonasi ini membantu pemerataan pendidikan. Kita senada dengan dinas pendidikan, program (baru) pasti ada kendala yang berkaitan dengan sosialisasi," katanya.
Sekali lagi diimbaunya agar masyarakat melaporkan bila menemukan kecurangan atau kejanggalan di lapangan. "Kalau ada dengar cerita (kecurangan) laporkan, kami tindak lanjuti," imbaunya.
Sebelumnya, Wali Kota Tarakan dr. Khairul, M.Kes, mengatakan akan mengevaluasi pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2019/2020. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Tarakan, sekolah, orang tua siswa dan instansi terkait dipertemukan dalam diskusi publik.
Hasil diskusi itu akan disampaikan secara langsung ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.
"Kalau ada masalah seperti ini, menteri mana tahu, yang pusing malah kami, hal yang sama juga ada pada pendidikan SMA yang sebenarnya bukanlah kewenangan kami lagi, tapi tetap saja wali kota yang ditelepon," bebernya.
Ia menilai penerapan pola PPDB selama ini serba salah, di mana selalu saja ada persoalan yang timbul di kemudian ketika pelaksanaannya. "Sistem nilai yang protes orang tua yang rumahnya dekat dengan sekolah, sementara sistem zonasi yang protes orang tua yang anaknya memiliki prestasi dengan nilai tinggi, jadi dilema juga," ujarnya.
Selain persoalan PPDB, persoalan lain yang perlu dicari jalan keluarnya mengenai daya tampung sekolah negeri yang saat ini terbatas. Dirinya memperkirakan ada sekitar 500 hingga 800 calon siswa yang tidak tertampung di SD negeri, sementara itu ada juga 700 hingga 1.000 calon siswa yang tidak tertampung di SMP negeri. (*/one/lim)