• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman: Bupati Ogan Ilir Maladministrasi Pecat 109 Nakes
PERWAKILAN: SUMATERA SELATAN • Jum'at, 24/07/2020 •
 
Salah satu pintu di kantor pusat Ombudsman RI, Jakarta. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Palembang, CNN Indonesia -- Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Selatan (Sumsel) menilai ada pelanggaran administrasi yang dilakukan RSUD dan Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam saat memecat 109 tenaga kesehatan (nakes) pada 20 Mei lalu.

Oleh karena itu, Ilyas pun diminta membatalkan keputusan pemecatan dan mengembalikan pekerjaan para nakes tersebut.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumsel Adrian Agustiansyah mengatakan, Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu saat Direktur Utama RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama memberikan rekomendasi memecat 109 nakes karena diduga lalai dalam melaksanakan tugasnya.

Alih-alih mengevaluasi dan memeriksa terlebih dulu rekomendasi tersebut, Ilyas malah mengeluarkan SK Bupati Ogan Ilir nomor 191/Kep/RSUD/2020 tentang pemecatan 109 nakes tersebut.

"Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Ombudsman, banyak pelanggaran yang ditemukan. Mulai dari pengangkatan tenaga honorer tanpa SK yang jelas atau tidak memiliki dokumen jelas. Nomor SK pemecatan pun kita telusuri sudah pernah dipakai sebelumnya pada Februari. Jadi kita lihat keputusan Bupati ini tidak berdasar," ujar Adrian, Rabu (22/7).

Atas temuan pelanggaran tersebut, Ombdusman Sumsel memberikan empat tindakan korektif yang harus dilakukan Bupati Ilyas.

Pertama, diminta untuk membatalkan putusan pemecatan. Kedua, mengembalikan kedudukan 109 nakes yang berstatus sebagai honorer dan tenaga kerja sukarela (TKS).

Kemudian, pihaknya pun merekomendasikan Bupati Ogan Ilir untuk mengevaluasi kinerja Dirut RSUD Ogan Ilir. Apabila ditemukan kelalaian dalam melaksanakan tugasnya, pihaknya merekomendasikan Dirut RSUD Ogan Ilir Rorreta Arta untuk diberi sanksi.

"Jika ditemukan pelanggaran dapat diberikan sanksi dan evaluasi sistem kepegawaian yang harus terintegrasi dengan BKPSMDM Ogan Ilir," ungkap dia.

Ombudsman Sumsel pun meminta teguran dan tindakan korektif tersebut untuk ditindaklanjuti selama 30 hari kerja.

"Kalau tidak dipatuhi maka kita teruskan ke Ombudsman RI. Akhir dari tindakan korektif ini akan berujung pada sanksi dari Kemendagri jika Bupati Ogan Ilir tidak segera tindaklanjuti. Tindakan korektif juga akan diteruksan ke presiden dan DPR RI," ujar Adrian.

Lihat juga: DPRD Bela 109 Tenaga Medis yang Dipecat Bupati Ogan Ilir

Sementara itu Sekretaris Daerah Ogan Ilir Herman mengaku pihaknya akan segera membahas rekomendasi dan tindakan korektif dari Ombudsman tersebut. Pihaknya akan meninjau lebih jauh SK yang dipermasalahkan.

"Untuk keputusannya apa, harus kita sampaikan dulu ke pak bupati. Kita pun punya waktu 30 hari untuk menindaklanjutinya," ungkap dia.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 109 tenaga kesehatan dipecat RSUD Ogan Ilir.

Dalam SK Keputusan Bupati Ogan Ilir nomor 191/KEP/RSUD/2020 disebutkan para tenaga medis telah meninggalkan tugas selama lima hari berturut-turut saat negara membutuhkan dalam rangka pencegahan pandemi Covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional.

Per 20 Mei, para tenaga kesehatan tersebut telah diberhentikan dari pekerjaannya.

Padahal berdasarkan keterangan salah satu nakes yang dipecat, mereka mogok karena menuntut beberapa hal.

Pertama para tenaga medis perlu surat tugas untuk melakukan penanganan terhadap pasien Covid-19. Sedangkan RSUD Ogan Ilir bahkan mempekerjakan pegawai yang belum mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP).

RSUD pun tidak memberikan pembekalan yang cukup terkait prosedur penanganan virus corona terhadap para tenaga kesehatan tersebut. Nakes yang mogok pun mengklaim ada keterbatasan jumlah alat pelindung diri (APD).

Ketidakjelasan pemberian insentif pun menjadi salah satu yang dituntut para nakes. Serta para nakes tidak mendapatkan akses ke rumah singgah yang bisa menjadi tempat istirahat mereka.

Saat itu, Direktur Utama RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah adanya keterbatasan APD dan insentif yang tidak jelas. Dirinya menyebut para tenaga kesehatan takut merawat pasien yang terpapat virus corona dan tuntutan APD yang kurang hanya pernyataan yang dibuat-buat.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...