• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Pertanyakan Legalitas Pengukuhan Wali Nanggroe
PERWAKILAN: ACEH • Jum'at, 14/12/2018 •
 
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr. H. Taqwaddin Husin, S.H, S.E, M.S. Foto by google

BANDA ACEH - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh mempertanyakan legalitas pengukuhan Wali Nanggroe (WN) yang telah diagendakan pada Jum'at (14/12) malam, melalui rapat paripurna istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh, Taqwaddin Husin mempertanyakan pembentukan Komisi Pemilihan, kemudian apakah komisi sudah memenuhi unsur yang bersifat komulatif sebagaimana yang diatur dalam Qanun 8 Tahun 2012 dan juga terkait peraturan tata tertib pemilihan itu sendiri.

"Dimana lokasi pengucapan sumpah, siapa yang melakukan sumpah, dan apa legalitasnya," tanya Taqwaddin Husin dalam keterangannya kepada AJNN, Kamis (13/12).

Selain itu, Taqwaddin juga mempertanyakan apakah jika DPRA yang melakukan pengukuhan sudah sesuai dengan semangat pasal 7 dalam Qanun Wali Nanggroe tersebut, yang menyatakan bahwa lembaga Wali Nanggroe merupakan peralihan kerajaan Aceh.

"WN tunduk dibawah rezim kedaulatan rakyat (demokrasi) atau rezim kedaulatan raja (monarchi). Jika mengacu pada ketentuan pasal 7 qanun Aceh 8 Tahun 2012, maka WN mengikuti rezim kerajaan, apalagi adanya ketentuan pemisahan harta kekayaan pada pasal yang lain," ujarnya.

Kemudian, tanya Taqwaddin, jika syarat formal tidak dipenuhi maka konsekuensi hukumnya dari perspektif sistem hukum Indonesia, baik dari aspek tata negara, administrasi Pemerintah, perdata dan pidana, serta termasuk konsekuensi penggunaan anggaran publik (APBA) maupun beberapa hal lainnya.

Taqwaddin mengaku, persoalan ini telah disampaikan dirinya kepada Ketua Komisi I DPRA Azhari Cage. Tak hanya itu ia juga menyarankan agar melakukan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna mendapat dukungan dalam masalah kelembagaan, lalu ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait penggunaan anggarannya. Dan bersama para ahli hukum tata negara terkait aspek kedaulatan demokrasi versus minokrasi.

"Saya sudah menyampaikan dan menyarankan pada Bapak Azhari Cage. Semua itu demi marwah dan wibawa Lembaga Wali Nanggroe," imbuhnya.

Sebagai lembaga yang sangat dihormati dan sangat khusus, saya berharap agar tidak terjadi masalah hukum yang krusial terhadap lembaga ini dikemudian hari. Makanya saya sarankan hal tersebut kepada beliau, yang juga ada Ketua DPRA dan Tenaga Ahli, yang kebetulan kami bertemu di Jakarta.

Sebetulnya dalam Qanun tidak dijelaskan bagaimana mekanisme pengukuhan. Saya memahami dimaksudkan pengukuuhan dalam hal ini adalah pengucapan sumpah oleh Wali Nanggroe yqang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan di hadapan sidang yang dihadiri banyak orang. Sehingga, pada logika ini yang dikaitkan dengan semangat Pasal 7, bahwa sesungguhnya Wali Nanggroe adalah mengukuhkan dirinya sendiri.

Taqwaddin menyampaikan, semua ini dipertanyakan karena dirinya tidak ingin terdapat masalah hukum terkait pengukuhan WN, baik berupa gugatan, maladministrasi yang disebabkan akibat tidak prosedural, dan bahkan adanya pertanyaan mengenai legalitas penggunaan anggarannya kedepan.

"Cacat prosedural berkonsekuensi pada legalitas penggunaan anggaran," ungkap Taqwaddin.

Taqwaddin menegaskan, terkait aspek prosedural administrasi, Ombudsman mempunyai legal standing untuk meminta klarifikasi terhadap persoalan ini, dan bahkan melakukan investigasi.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...