• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Perwakilan DIY Bersama KPPU Akan Jerat Pelaku Praktik Tying Minyak Goreng
PERWAKILAN: D I YOGYAKARTA • Rabu, 02/03/2022 •
 
Minyak goreng kemasan 2 liter ditempeli sabun batangan hasil tying dari distributor minyak goreng, Rabu (23/2/2022)

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perwakilan Ombudsman RI DI Yogyakarta telah melakukan observasi dan pemantauan cepat terhadap ketersediaan minyak goreng dan pelaksanaan kebijakan satu harga minyak goreng di DIY pada tanggal 19-20 Februari 2022. 

Cakupan pemantauan dilakukan pada 30 (tiga puluh) titik yang tersebar ke dalam beberapa klasifikasi pasar seperti pasar tradisional, toko modern, toko kelontong, dan pasar modern. 

Berdasarkan pemantauan itu, kelangkaan stok minyak goreng di DIY masih terjadi di Kabupaten Bantul, selama beberapa hari terakhir minyak goreng sudah tidak dapat ditemukan di Pasar Tradisional Gumulan.

Hal ini juga terjadi di beberapa toko modern di daerah Trirenggo dan Piyungan.

Kelangkaan juga terjadi di toko modern di daerah Kalibawang dan Galur Kabupaten Kulon Progo serta beberapa toko modern di daerah Jongkang, Sinduadi, Wedomartani, Sinduharjo, dan Papringan Kabupaten Sleman. 

Sementara untuk toko-toko tradisional di Pasar Giwangan Kota Yogyakarta stok minyak goreng kemasan premium terpantau masih dapat ditemukan dengan harga jual Rp 14.000,00 per liter. 

Meskipun demikian, ketersediaan stok tersebut dapat dibilang memasuki masa kritis karena masing-masing toko hanya diperbolehkan mengambil stok maksimal 12 liter dari distributor per hari. 

Kondisi ini memaksa beberapa penjual di pasar tersebut untuk melakukan tactic tying atau pembelian bersyarat. 

Praktiknya, untuk dapat membeli minyak goreng di toko bersangkutan, pembeli diwajibkan terlebih dahulu membeli produk atau barang lain yang dijual di toko tersebut alias tying .

Secara hukum, praktik ini akan membahayakan pedagang karena melanggar ketentuan Pasal 15 Ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

"Kondisi ini semakin parah karena pedagang pasar tradisional membeli minyak goreng kemasan premium ke pasar modern dan menjual kembali," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan DIY, Budhi Masturi, saat rapat bersama Komisi Pengwasan Persaingan Usaha (KPPU) DIY-Jateng, Selasa (1/3/2022).

Selain itu, berdasarkan pemantauan yang dilakukan, harga jual minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah Masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp14.000.

Tingginya harga jual di atas HET tersebut menurutnya berpangkal pada 3 (tiga) hal.

Pertama, kelangkaan stok minyak goreng yang beredar di pasaran membuat harga komoditas barang menjadi melambung.

Kedua, pelaku ekonomi mikro di toko-toko tradisional terpaksa harus membeli minyak goreng di pasar modern untuk memenuhi kebutuhan stok penjualan. 

"Keterangan ini diperoleh dari salah satu penjual di toko tradisional wilayah Ngaglik Kabupaten Sleman. Praktik tersebut berimbas pada semakin melebarnya margin harga penjualan di tangan konsumen akhir," ujarnya. 

Pangkal permasalahan terakhir, khusus untuk minyak goreng curah, beberapa penjual di toko-toko tradisional berupaya untuk menghabiskan ketersediaan stok terdahulu yang terlanjur dibeli dengan harga tinggi. 

Sehingga apabila dipaksa mengikuti HET sesuai Permendag 6 Tahun 2022 akan mengalami kerugian. 

"Untuk tindak lanjut, kami koordinasi dengan KPPU. Bahwa tindakan tying sangat sporadis. Kami dan KPPU ambil langkah penindakan," katanya.

Terhadap pemerintah selaku penyedia layanan bidang pangan, Budhi menyarankan supaya segera mengambil penyelesaian atas kelangkaan minyak tersebut.

Pihaknya juga berencana memanggil para distributor minyak goreng serta pejabat Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY untuk mengurai persoalan minyak goreng yang langka.

Ketua KPPU Wilayah VII DIY-Jateng, M Hendry Setiawan mengatakan, praktik tying minyak goreng mulaj dari distributor.

Menurutnya peringatan sudah dilakukan, sehingga mau tidak mau para oknum distributor dan ritel yang melakukan praktik tying akan dijerat hukum.

"Kami berikan kesempatan kepada distributor, karena awal mulanya dari mereka lalu ke ritel untuk tying, peringatan sudah dilakukan mau tidak mau akan kami jerat hukum," katanya.

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, dijelaskan bagi pelaku praktik tying akan didenda minimal Rp1 miliar.

"Maksimalnya tergantung bisa dari 10 persen kegiatan penjualan dengan tying, atau 5 persen laba selama dia melakukan perilaku tying," ujarnya. ( Tribunjogja.com )



 


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...